Pertanian tradisional adalah pertanian yang akrab lingkungan karena tidak memakai pestisida. Akan tetapi, produksinya tidak mampu mengimbangi kebutuhan pangan penduduk yang jumlahnya terus bertambah. Untuk mengimbangi kebutuhan pangan tersebut, perlu diupayakan peningkatan produksi yang kemudian berkembang system pertanian konvensional.
Nenek Moyang Masyarakat Lubai membudidayakan Karet dalam bahasa Lubai Balam sejak berabad-abad silam. Mereka membudidayakan tanaman ini masih sangat sederhana belum ada sentuhan teknologi modern. Pada saat itu bibit langsung diambil dari buah biji karet tanpa melihat apakah itu bibit unggul yaitu yang banyak getahnya dan nenek moyangku belum menggenal istilah persemaian bibit. Cara penanaman Karet tidak menggunakan alat seperti Cangkul dan Tembilang, melainkan biji buah karet langsung ditanam dengan cara melubangi tanah menggunakan kayu yang telah dibuat runcing dalam bahasa Lubai disebut Tugal.
Walaupun nenek moyang masyarakat Lubai masih tradisional, namun mereka telah memberikan contoh yang baik. Seperti bagaimana mengelola lahan pertanian, dengan alat sederhana. Mereka membuat kesepakatan yang tidak tertulis, yaitu tidak boleh mengambil/membuka lahan pertanian orang lain tanpa izin dari yang menguasai tanah tersebut. Cara membuka lahan pertanian dikenal dengan ladang berpindah, tapi mereka tidak merusak lingkungan alam sekitar. Mereka sangat faham bahwa ada generasi sesudah mereka yang akan hidup yang tergantung dengan alam sekitar tanah Lubai.
Diantara sikap mereka yang baik dan seharusnya dilestarikan generasi muda Lubai adalah nenek moyang masyarakat Lubai, memberikan peninggalan kebon buah-buahan seperti : Cempedak, Durian, Manggis, Duku, Rambai. Sebagai contoh, Manggis tanaman puyang Riamad bergelar Lebi, siapapun anak keturunannya diperbolehkan untuk mengambilnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar