Selasa, 30 Juni 2009

Ngumpulkan Sanak

Pendahuluan

Syariat nikah dalam Islam sebenarnya sangatlah simpel dan tidak terlalu rumit. Apabila sebuah ritual pernikahan telah memenuhi rukun dan persyaratannya, maka sebuah pernikahan sudah dianggap syah. Namun karena paradigma budaya yang terlalu disakralkan justru malah menimbulkan kerumitan-kerumitan, baik sebelum pernikahan ataupun pada saat pernikahan. Hal ini disebabkan diantaranya karena sesuatu yang telah menjadi budaya atau adat istiadat.

Adat pernikahan di daerah aliran sungai Lubai adalah adat perkawinan/pernikahan Lubai karena sebagian besar penduduk yang berdiam di daerah ini adalah suku asli Lubai. Prosesi pernikahan adat suku Lubai atau jeme Lubai ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan antara lain : Ngumpulkan sanak.

Pengertian ngumpulkan sanak

Ngumpulkan sanak mempunyai pengertian mengumpulkan saudara. Sanak dalam bahasa Lubai berarti Saudara. Kata Sanak artinya orang yang masih mempunyai hubungan keluarga. Kumpul artinya bersama-sama menjadi satu kesatuan atau kelompok Sanak menurut masyarakat Jiwa Baru adalah saudara satu keturuan dari ayah maupun saudara satu keturunan pihak ibu, saudara jauh satu kampung / desa Jiwa Baru.

Pernikahan dikalangan masyarakat kita sudah menjadi adat kebiasaan bahwa harus dibarengi perhelatan, paling tidak kumpul dan makan bersama. Tentunya dalam suatu perhelatan harus ada persiapan-persiapan. Begitu juga adat kebiasaan yang ada di masyarakat Jiwa Baru, suku Lubai. Pada prinsipnya persiapan yang dilakukan hampir sama dengan keadaan “umum” di Indonesia, misalkan pembentukan panitia acara perhelatan, pengumpulan dana dan sebagainya. Perbedaan yang mendasar dari keadaan yang terjadi dimasyarakat Jiwa Baru terletak pada pencarian dana untuk perhelatan dengan cara ngumpulkan sanak.

Prosesi Ngumpulkan Sanak Mandas

Ngumpulkan sanak mandas adalah suatu kegiatan tahapan prosesi pernikahan adat suku Lubai bertujuan menghimpun dana perhelatan pernikahan. Sudah menjadi tradisi suku Lubai sebulan sebelum acara akad nikah dilaksanakan mengumpulkan sanak terdekat. Sanak mandas adalah saudara terdekat baik yang masih mempunyai hubungan satu keturunan maupun saudara dekat dikarenakan adanya perkwainan atau pernikahan. Acara ini dilaksanakan dengan maksud dan tujuan mengumpulkan seluruh sanak famili terdekat, dalam rangka menghimpun dana untuk kegiatan acara pernikahan. Sanak mandas dalam bahasa Lubai artinya saudara dekat.

Tatacara mengumpulkan sanak mandas agar datang kerumah biasanya yang punya hajatan, mengutus perwakilan untuk memanggil atau mengantau sanak mandas kerumah masing-masing. Utusan tuan rumah, yang mengundang biasanya disebut “tukang panggil”. Memang tatacara mengundang seperti ini kurang efisien kalau ditinjau dari sisi waktu, namun dengan adanya tatap muka seperti itu maka jalinan silaturahim terjadi disini, sehingga besar kemungkinan yang di undang akan menghadiri acara ngumpkulkan sanak mandas.

Pelaksanaan menghimpun dana dari saudara terdekat, dimulai setelah yang diundang telah berkumpul dirumah sohibul hajat. Biasanya ada petugas yang melakukan pendataan orang yang akan menyumbang. Selama acara penarikan dana berlangsung sanak mandas yang hadir dipersilakan menyantap hidangan, sambil mengobrol rencana pelaksanaan prosesi akad nikah.

Prosesi  Ngumpulkan Sanak Pedusunan

Ngumpulkan sanak pedusunan, adalah suatu kegiatan tahapan prosesi pernikahan adat suku Lubai bertujuan menghimpun dana perhelatan pernikahan. Sudah menjadi tradisi suku Lubai sebulan sebelum acara akad nikah dilaksanakan mengumpulkan sanak pedusunan. Sanak pedusuan adalah kaum kerabat yang mempunyai tempat tinggal yang sama dengan sohibul hajat pada desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai. Acara ini dilaksanakan dengan maksud dan tujuan mengumpulkan seluruh kaum kerabat satu desa, dalam rangka menghimpun dana untuk kegiatan acara pernikahan.

Waktu pelaksanaan ngumpulkan sanak pedusunan, satu minggu sebelum acara akada nikah dillaksanakan. Maksud dan tujuan pelaksanaan mengumpulkan seluruh masyarakat desa adalah untuk menghimpun dana tambahan perhelatan pernikahan. Seluruh anggota masyarakat desa diundang, tanpa kecuali sehingga acara sering disebut dengan Kumpul Sanak Pedusunan.

Tatacara mengumpulkan sanak pedusunan agar datang kerumah biasanya yang punya hajatan, mengutus perwakilan untuk memanggil atau mengantau sanak pedusunan kerumah masing-masing. Utusan tuan rumah, yang mengundang biasanya disebut “tukang panggil”. Memang tatacara mengundang seperti ini kurang efisien kalau ditinjau dari sisi waktu, namun dengan adanya tatap muka seperti itu maka jalinan silaturahim terjadi disini, sehingga besar kemungkinan yang di undang akan menghadiri acara ngumpkulkan sanak pedusunan.

Pelaksanaan menghimpun dana dari saudara pedesaan, dimulai setelah yang diundang telah berkumpul dirumah sohibul hajat. Biasanya ada petugas yang melakukan pendataan orang yang akan menyumbang. Selama acara penarikan dana berlangsung sanak pedusunan yang hadir dipersilakan menyantap hidangan, sambil mengobrol rencana pelaksanaan prosesi akad nikah.

Syarat Acara Ngumpulkan Sanak

Adapun syarat untuk melakukan acara ini adalah sohibul hajat merupakan keluarga pihak mempelai laki-laki atau dalam bahasa Lubai keluarge jeme membinikan anak. Sekilas terkesan ada bias gender disini, namun jika dilihat lebih jauh maka pihak laki-laki akan banyak mengeluarkan biaya ketika melakukan perhelatan, maka sudah sewajarnya kalau diadakan gotong royong dalam menghimpun dana.

Jika keluarga pihak mempelai perempuan berasal dari desa Jiwa Baru, keluarga pihak mempelai laki-laki dari luar masayarakat Jiwa Baru, maka dapat juga melaksanakan acara ini jika memungkinkan dari segala aspek.

Fenomenal ngumpulkan sanak

Acara kumpul sanak telah dilaksanakan sejak tahun 1925 zaman pemerintahan Hindia Belanda. Dari tahun ketahun jumlah orang yang menyumbangkan uang semakin besar, seiring dengan kemajuan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi diwilayah Lubai.

Pada tahun 1976, keluarga penulis melaksanakan ngumpulkan sanak mandas dan ngumpulkan sanak pedusunan. Acara ini dilaksanakan sehubungan dengan kakak kami tertua hendak melangsungkan pernikahan. Tempat pelaksanaan rumah keluarga penulis di desa Jiwa Baru, kec. Lubai, kab. Muara Enim, prov. Sumatera Selatan. Penulis pengumpulan dana kakak Risman bin Wak Zawawi. Penyumbang tertinggi adalah mamang Kaironi bin kakek Haji Abdul Malik, yaitu beliau menyumbang sebesar Rp. 2.500,- Uang sumbangan sanak mandas dan sanak pedusunan yang terkumpul adalah Rp 25.000,- (Dua puluh lima ribu rupiah)

Pada bulan Juli 2011, keluarga paman kami Muhammad Teguh melaksanakan ngumpulkan sanak mandas dan sanak pedusunan. Acara ini dilaksanakan sehubungan dengan anak beliau Sangkut Abadi bin Muhammad Teguh akan melangsungkan pernikahan. Tempat pelaksanaan rumah keluarga penulis di desa Gunung Raja, kec. Lubai, kab. Muara Enim, prov. Sumatera Selatan. Uang sumbangan sanak mandas dan sanak pedusunan terkumpul sebesar Rp. 27.000.000,- (Tujuh belas juta rupiah)

Pada bulan Oktober 2011, keluarga kakak kami Hazmir bin Wak Sekolan melaksanakan ngumpulkan sanak mandas dan sanak pedusunan. Acara ini dilaksanakan sehubungan dengan anak gadis beliau akan melangsungkan pernikahan yang mendapat calon suami dari luar suku Lubai, yaitu suku Komering. Tempat pelaksanaan di desa Jiwa Baru, kec. Lubai, kab. Muara Enim, prov. Sumatera Selatan. Uang sumbangan sanak mandas dan sanak pedusunan terkumpul sebesar Rp. 25.000.000,- (Dua puluh lima juta rupiah)

Pada bulan Agustus 2015, keluarga adik kami Emran Saputra bin Mahyuddin melaksanakan ngumpulkan sanak mandas dan sanak pedusunan. Acara ini dilaksanakan sehubungan dengan anak bujang beliau Sendry Agira Saputra, S.Pd.I akan melangsungkan pernikahan . Tempat pelaksanaan di desa Jiwa Baru, kec. Lubai, kab. Muara Enim, prov. Sumatera Selatan. Uang sumbangan sanak mandas dan sanak pedusunan terkumpul sebesar Rp. 14.250.000,- (Empatbelas juta dua ratus lima puluh ribu rupiah)

Tinjauan Aspek Hukum Islam

Pernikahan atau perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Pernikahan dalam Islam termasuk hal yang disyariatkan oleh agama. Diantara dalil yang mengsyariatkan nikah adalah dalam Surat Ar-Rum ayat 21: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Islam sendiri tidak menentukan cara dan metode bagaimana sebuah pernikahan itu harus dilaksanakan. Semuanya dikembalikan kepada adat-istiadat yang berlangsung di daerah yang bersangkutan. Islam hanya memberikan batas-batasan terhadap hal-hal yang tidak diperbolehkan ketika melaksanakan sebuah upacara pernikahan dan memberikan beberapa anjuran di dalamnya (Sabiq, 2002:184-186).

Menurut para ulama’, adat atau tradisi dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan hukum syara’ apabila tradisi tersebut telah berlaku secara umum di masyarakat tertentu. Sebaliknya jika tradisi tidak berlaku secara umum, maka ia tidak dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan boleh atau tidaknya tradisi tersebut dilakukan.

Syarat lain yang terpenting adalah tidak bertentangan dengan nash. Artinya, sebuah tradisi bisa dijadikan sebagai pedoman hukum apabila tidak bertentangan dengan nash al-Qur’an maupun al-Hadis. Karena itu, sebuah tradisi yang tidak memenuhi syarat ini harus ditolak dan tidak bisa dijadikan pijakan hukum bagi masyarakat. Nash yang dimaksudkan disini aadalah nash yang bersifat qath’i (pasti), yakni nash yang sudah jelas dan tegas kandungan hukumnya, sehingga tidak memungkinkan adanya takwil atau penafsiran lain.

Tradisi-tradisi yang selama ini berjalan di masyarakat adalah bentuk pengejawentahan keinginan masyarakat dalam menciptakan sebuah ritual yang luhur. Keinginan ini bertujuan memberkati sebuah pernikahan akan menjadi sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Tradisi yang telah berjalan baik ini seharusnya mendapat perhatian agar tetap dijaga dan dilestarikan.

Penutup

Kondisi sosial dan karakter masyarakat pada suatu masa dan tempat berbeda dengan masa dan tempat lain, oleh karena itu perlu dipahami seluruh kondisi sosial suatu masyarakat dalam menetapkan hukum. Dan apa yang terlihat irasional dalam suatu masyarakat, bisa jadi dipandang sebagai keluhuran akal pikiran pada masyarakat lainnya.

Demi menciptakan masyarakat yang tenteram dan damai terutama dalam berkeluarga, harus ada keterbukaan, dengan adanya sikap saling terbuka tersebut satu sama lainnya bisa saling mengerti keinginan dari masing-masing pihak, maka perselisihan bisa diminimalisir.

Walaupun adat ngumpulkan sanak menurut hukum Islam tidak ada nashnya, tapi hal ini sesuai dengan etika masyarakat sebagai mahluk sosial, bahwa pelaksanaan adat suku Lubai ini bertujuan tolong menolong didalam kebaikan yaitu memberikan bantuan dana perhelatan pesta pernikahan.

Semoga kajian ngumpulkan sanak adat pernikahan suku Lubai bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan pertimbangan pelaksanaan pernikahan adat suku Lubai. Apa yang diperbolehkan menurut hukum Islam marilah kita laksanakan dan apa yang dilarang marilah kita hindarkan. Terima kasih atas kunjungan keblog kami.

Salam hangat dari kami diperantauan.

Minggu, 28 Juni 2009

Ngule Gawi

Pendahuluan

Syariat nikah dalam Islam sebenarnya sangatlah simpel dan tidak terlalu rumit. Apabila sebuah ritual pernikahan telah memenuhi rukun dan persyaratannya, maka sebuah pernikahan sudah dianggap sah. Namun karena paradigma budaya yang terlalu disakralkan justru malah menimbulkan kerumitan-kerumitan, baik sebelum pernikahan ataupun pada saat pernikahan. Hal ini disebabkan diantaranya karena sesuatu yang telah menjadi budaya atau adat istiadat.

Adat pernikahan di daerah aliran sungai Lubai adalah adat perkawinan/pernikahan Lubai karena sebagian besar penduduk yang berdiam di daerah ini adalah suku asli Lubai. Prosesi pernikahan adat suku Lubai atau jeme Lubai ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan antara lain : Ngule begawi

Pengertian Ngule begawi

Arti ngule begawi adalah bantuan tenaga kerja dari pihak keluarga si bujang kepada pihak keluarga si gadis. Kata ngule berasal dari kata gule atau Gula. Arti dari peribahasa Ada gula, ada semut adalah Orang akan tertarik untuk datang ke tempat yang menjanjikan kesejahteraan. Peribahasa Ada gula, ada semut dapat anda gunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagai suatu perumpamaan yang mempunyai arti Orang akan tertarik untuk datang ke tempat yang menjanjikan kesejahteraan.

Ngule begawi adalah tahapan ketiga sistem perkawinan/pernikahan adat suku Lubai. Adapun yang dimaksudkan dengan ngule dalam arti yang luas adalah memberikan suatu kebaikan, suatu budi dari keluarga si bujang kepada keluaga si gadis. Ngule tidak hanya memberikan bantuan tenaga saja, akan tetapi apa-apa yang dapat memberikan kesan yang baik kepada keluarga si gadis, maka keluarga si bujang akan memberikannya.

Ada pribahasa dalam bahasa Lubai yaitu bahu teke latlat dikarnekan ngule begawi, tapi rasan urung. Pribahasa ini mempunyai arti bahunya sibujang sampai bengkak, namun pernikahan batal.

Ada sebuah komentar dari sahabat kami Ho Yin Tapi biasenye ce kalu rasan dek jadi make akan dihitung gale dan dinilai dengan rupiah, misalnye si bujang dulu waktu ngule 7 kali naek niyoh, niup lampu, masokkan ayam ke reban, nugal, ngetam dll make harus dibayah dengan nilai rupiah dibebankan ke bujang ye nak ngaweni calon kite tadi.

Tinjauan Aspek Hukum Islam

Pernikahan atau perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Pernikahan dalam Islam termasuk hal yang disyariatkan oleh agama. Diantara dalil yang mengsyariatkan nikah adalah dalam Surat Ar-Rum ayat 2: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Islam sendiri tidak menentukan cara dan metode bagaimana sebuah pernikahan itu harus dilaksanakan. Semuanya dikembalikan kepada adat-istiadat yang berlangsung di daerah yang bersangkutan. Islam hanya memberikan batas-batasan terhadap hal-hal yang tidak diperbolehkan ketika melaksanakan sebuah upacara pernikahan dan memberikan beberapa anjuran di dalamnya (Sabiq, 2002:184-186).

Menurut para ulama’, adat atau tradisi dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan hukum syara’ apabila tradisi tersebut telah berlaku secara umum di masyarakat tertentu. Sebaliknya jika tradisi tidak berlaku secara umum, maka ia tidak dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan boleh atau tidaknya tradisi tersebut dilakukan.

Syarat lain yang terpenting adalah tidak bertentangan dengan nash. Artinya, sebuah tradisi bisa dijadikan sebagai pedoman hukum apabila tidak bertentangan dengan nash al-Qur’an maupun al-Hadis. Karena itu, sebuah tradisi yang tidak memenuhi syarat ini harus ditolak dan tidak bisa dijadikan pijakan hukum bagi masyarakat. Nash yang dimaksudkan disini aadalah nash yang bersifat qath’i (pasti), yakni nash yang sudah jelas dan tegas kandungan hukumnya, sehingga tidak memungkinkan adanya takwil atau penafsiran lain.

Tradisi-tradisi yang selama ini berjalan di masyarakat adalah bentuk pengejawentahan keinginan masyarakat dalam menciptakan sebuah ritual yang luhur. Keinginan ini bertujuan memberkati sebuah pernikahan akan menjadi sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Tradisi yang telah berjalan baik ini seharusnya mendapat perhatian agar tetap dijaga dan dilestarikan.

Penutup

Kondisi sosial dan karakter masyarakat pada suatu masa dan tempat berbeda dengan masa dan tempat lain, oleh karena itu perlu dipahami seluruh kondisi sosial suatu masyarakat dalam menetapkan hukum. Dan apa yang terlihat irasional dalam suatu masyarakat, bisa jadi dipandang sebagai keluhuran akal pikiran pada masyarakat lainnya.

Demi menciptakan masyarakat yang tenteram dan damai terutama dalam berkeluarga, harus ada keterbukaan, dengan adanya sikap saling terbuka tersebut satu sama lainnya bisa saling mengerti keinginan dari masing-masing pihak, maka perselisihan bisa diminimalisir.

Walaupun adat pernikahan suku Lubai ada tahapan ngule begawi menurut hukum Islam tidak ada nashnya, tapi hal ini sesuai dengan etika masyarakat sebagai mahluk sosial, bahwa pelaksanaan adat suku Lubai ini bertujuan memberikan bantuan tenaga. Apabila tidak terlalu memberatkan pihak keluarga si bujang, sangatlah wajar apabila tahapan ini dilakukan sesuai dengan kemampuan yang ada. Tahapan ngule ini telah dilaksanakan sejak masa nenek moyang suku Lubai dahulu, sampai dengan sekarang ini.

Semoga kajian ngule begawi tahapan ketiga pernikahan adat suku Lubai bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi bahan pertimbangan pelaksanaan pernikahan adat suku Lubai. Apabila adat ngule begawi diperbolehkan menurut hukum Islam marilah kita laksanakan dan apabila dilarang marilah kita hindarkan. Terima kasih atas kunjungan keblog kami.

Salam hangat dari kami diperantauan.

Jumat, 26 Juni 2009

Desa Kelahiran

Apa itu desa tempat kelahiran? yang dimaksud dengan desa tempat kelahiran adalah tempat kelahiran penulisbiasanya ada dalam kamus atau glossary berikut ini untuk penjelasan apa arti makna dan maksudnya. Data tempat kelahiranku sebagai berikut :
  1. Periode Kedatuan Sriwijaya, desa Baru Lubai masuk wilayah Kedatuan atau Kerajaan Sriwijaya. Usia desa Baru Lubai lebih-kurang 1.000 tahun. Peninggakan sejarah tertulis tidak ada, namun adanya kepercayaan masyarajat desa Baru Lubai bahwa pohon besar ada penunggunya, percaya adanya hantu, beberapa pantangan dan larangan yang mirip dengan ajaran agama Budha, yang merupakan agama resmi Kerajaan Sriwijaya maka dapat diyakini bahwa desa ini telah berdiri sewaktu Kerajaan Sriwijaya sudah ada;
  2. Periode Kesultanan Palembang, desa Baru Lubai masuk wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam. Peninggakan sejarah tertulis tidak ada, namun adanya rumah adat yang berbentuk Limas yang merupakan ciri khas wilayah Kesultanan Palembang, sebuah Masjid tua yang sudah ratusan tahun, serta berdasarkan cerita rakyat, maka dapat diyakini bahwa desa ini termasuk wilayah Kesultanan Palembang Darussalam;
  3. Periode tahun 1945 sampai dengan 1970, desa Baru Lubai, merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Prabumulih Kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah Provinsi Sumatera Selatan;
  4. Periode tahun 1995 sampai sekarang, desa Baru Lubai, merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Lubai Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan;

    Rabu, 24 Juni 2009

    Tumbuhan Kemiri

    Pendahuluan

    Tumbuhan Kemiri adalah tumbuhan yang bijinya dapat dimanfaatkan sebagai sumber minyak maupun rempah untuk masakan. Dalam perdagangan antarnegara dikenal sebagai candleberry, Indian walnut, serta candlenut. Pohonnya disebut sebagai varnish tree atau kukui nut tree. Minyak yang diekstrak dari bijinya berguna dalam industri untuk digunakan sebagai bahan campuran cat. Nama tumbuhan ini : Kemiri, Nama lain :  kembiri, gambiri, hambiri,  kemiling, Nama ilmiah Aleurites moluccana.

    Karakteristik Tumbuhan

    Pohon besar; dengan tinggi mencapai 40 m dan gemang hingga 1,5 m. Pepagan abu-abu, sedikit kasar berlentisel. Daun muda, ranting, dan karangan bunga dihiasi dengan rambut bintang yang rapat, pendek, dan berwarna perak mentega; seolah bertabur tepung. Dari kejauhan tajuk pohon ini tampak keputihan atau keperakanDaun tunggal, berseling, hijau tua, bertangkai panjang hingga 30 cm, dengan sepasang kelenjar di ujung tangkai. Helai daun hampir bundar, bundar telur, bundar telur lonjong atau menyegitiga, berdiameter hingga 30 cm, dengan pangkal bentuk jantung, bertulang daun menjari hanya pada awalnya, bertaju 3-5 bentuk segitiga di ujungnya.

    Perbungaan dalam malai thyrsoid yang terletak terminal atau di ketiak ujung, panjang 10–20 cm. Bunga-bunga berkelamin tunggal, putih, bertangkai pendek. Bunga-bunga betina berada di ujung malai payung tambahan; bunga-bunga jantan yang lebih kecil dan mekar lebih dahulu berada di sekelilingnya, berjumlah lebih banyak. Kelopak bertaju 2-3; mahkota bentuk lanset, bertaju-5, panjang 6–7 mm pada bunga jantan, dan 9–10 mm pada bunga betina. Buah batu agak bulat telur gepeng, 5–6 cm × 4–7 cm, hijau zaitun di luar dengan rambut beledu, berdaging keputihan, tidak memecah, berbiji-2 atau 1. Biji bertempurung keras dan tebal, agak gepeng, hingga 3 cm × 3 cm; dengan keping biji keputihan, kaya akan minyak.

    Kegunaan Tumbuhan

    Indonesia memiliki empat bumbu dasar yang sering digunakan untuk memasak. Ada bumbu dasar merah, bumbu dasar oranye, bumbu dasar kuning, dan bumbu dasar putih. Bumbu dasar putih terbuat dari bawang merah, bawang putih, merica, kemiri, ketumbar, dan juga garam. Gunakan bumbu dasar putih dengan kemiri untuk memasak hidangan seperti opor, sayur lodeh, semur, maupun tumisan.

    Dengan menggunakan kemiri, masakan akan terasa lebih sedap. Kamu dapat menggunakan kemiri untuk memasak masakan berkuah, seperti sayur lodeh dan juga semur. Disebutkan juga dalam laman Saveur, bahwa kemiri bisa mengentalkan kuah masakan. Tak heran jika kemiri juga digunakan untuk mengental kari pada hidangan khas Malaysia.

    Tak hanya menyedapkan masakan saja, kemiri juga dapat digunakan sebagai minyak rambut. Dengan menggunakan kemiri sebagai minyak rambut, rambut akan tampak lebih sehat, lebat, dan berwarna hitam alami. Penggunaan kemiri pada rambut pun bisa membuatnya terhindar dari kerontokan dan ketombe.

    Minyak yang lekas mengering ini biasa digunakan untuk mengawetkan kayu, sebagai pernis atau cat, melapis kertas agar anti-air, bahan sabun, bahan campuran isolasi, pengganti karet, dan lain-lain. Minyak kemiri sebagai bahan bakar berkualitas lebih rendah daripada minyak tung, minyak serupa yang dihasilkan oleh buah tung (Vernicia fordii (sin. Aleurites fordii) dari Cina dan Aleurites montana).

    Penutup

    Tulisan ini merupakan hasil kajian kepustakaan ruang digital melalui situs internet. Ucapan terima kasih penulis kepada para pengelola situs internet yang telah saya jadi sumber tulisan ini dan mohon maaf nama penulis sumber tulisan tidak saya tuliskan disini

    Pesta Pernikahan

    Resepsi Pernikahan


    Perayaan Resepsi Pernikahan Adat Desa Jiwa Baru Lubai. Desa Jiwa Baru Lubai merupakan merger 2 (dua) desa yaitu Baru Lubai dan Kurungan Jiwa, Kecamatan Lubai, Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. Terletak pada dataran rendah, dilintasi oleh Sungai Lubai. Jarak dari Kota Palembang 120 KM dan dari Kota Batu Raja 70 KM. 

    Mayoritas penduduknya adalah etnis Lubai masuk rumpun suku Ogan. Bahasa yang digunakan adalah mirip bahasa Melayu Deli. Agama yang dianut masyarakat desa Jiwa Baru mayoritas Islam. Mata pencaharian adalah petani Kebon Karet dan Nanas.

    Perayaan Pernikahan 

    • Waktu penyelenggara Resepsi Pernikahan adalah pada Malam Minggu dimulai pukul 19.30 sampai dengan pukul 03.00 WIB. Dilanjutkan kembali pada hari Minggu dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 WIB;
    • Tempat penyelenggaran Resepsi Pernikahan adalah sebuah lapangan pedesaan yang diatasnya didirikan Tenda (dahulu tiang dari kayu dan atapnya dari pohon sejenis Rumbia dalam bahasa Lubai Sehedang). Tempat penyelenggaraan Resepsi Pernikahan ini dinamakan Bangsal yang didalamnya terdiri dari : Panggung untuk hiburan (Orkes atau Organ Tunggal) dan Panggung untuk kedua Mempelai Pengantin duduk bersanding serta orangtua masing-masing mempelai serta kursi tamu para undangan;
    • Tamu undangan adalah para remaja Putra – Putri dari desa sekitar Jiwa Baru. Adapun tamu undangan orang tua terdiri dari para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama serta kaum kerabat yang berdatangan dari jauh Kota Prabumulih, Palembang dan sebagainya. Masyarakat Jiwa Baru yang tidak mendapat undangan Resepsi Pernikahan, hanya dapat menonoton dari kejauhan yaitu diluar bangsal;
    • Prosesi Resepsi Pernikahan adalah dimulai mempelai pengantin Putera diringi keluarganya menjemput mempelai pengantin Puteri dan keluarga untuk menuju tempat Resepsi Pernikahan. Selanjutnya setelah kedua mempelai telah duduk bersanding di dalam bangsal acara dimulai dengan pembukaan, kata sambutan-sambutan. Setelah kata sambutan selesai ditampilkan hiburan dari Orkes ataupun Organ Tunggal sebanyak 3 (tiga) lagu. Selanjutnya acara yang paling meriah, unik dan heboh adalah pelelangan Kue dan Ayam Bakar. Acara lelang ini berlangsung selama 1 (satu) jam. Menurut adat Jiwa Baru, tamu undangan tidak memberikan bingkisan berupa uang di dalam sampul/amplop tetapi melalui acara lelang ini. Uang yang terkumpul lansung disebutnya jumlahnya. Sehingga masyarakat pedesaan dan tamu undangan dapat mengetahui berapa uang yang terkumpul. Sungguh unik dan hebooh acara pelelangan Kue dan Ayam Bakar;
    • Acara santapan pesta tempat bukan didalam bangsal melainkan disediakan tempat khusus. Tamu yang dapat santapan adalah mereka yang mendapatkan karcis, saat ini sudah mengikuti gaya perkotaan;
    • Acara hiburan pada Minggu dimulai pada pukul 22.00 WIB sampai dengan selesai dan pada Hari Minggu dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 WIB.

    Demikian sekilas Adat Desa Jiwa Baru menyelenggarakan Resepsi Pernikahan, informasi lebih lanjut hubungi Amar Lubai dengan email : silahturrahim@gmail.com atau silahturrahim@yahoo.co.id

    Perangkap Ikan

    Tinjauan perangkap ikan

    Bubu adalah sebuah perangkap ikan. Di masa lalu sebuah bubu benar-benar terbuat dari bahan-bahan alami, terutama dari anyaman rotan, yang mudah ditemukan di hutan dan tanah-tanah rawa dekat B-n-batanghari Lubai. Ayahanda kami biasanya membuat Bubu menggunakan Bambu merupakan bahan utama, Rotan sebagai pengikat, dan Akar digunakan untuk membentuk lingkaran sehingga bentuk Bubu dapat dengan mudah dibentuk.

    Biasanya ayah kami membuat sebuah Bubu untu menangkap ikan berbentuk bulat. Panjang kurang lebih sekitar satu meter dengan berbentuk lengkungan gerbang ukuran yang semakin berkurang diadakan ber sama oleh beberapa tiang untuk mendukung tulang. Bubu merupakan anyaman bambu berbentuk kerucut mengecil masuk ke lubang kecil di tengah untuk menangkap ikan, berkeliaran bebas dalam batas-batas batas yang tipis, tak mampu untuk keluar kembali melalui jalan lorong disebut dalam bahasa Lubai disebut dengan inyap bumbu.

    Ayah kami biasanya memasang Bubu ketika musim banjir, disekitar batanghari Lubai.  Pada musim banjir ini ikan yang berkeliaran sangat banyak di sikitar rawa-rawa Lebak Lubai. Tempat memasang Bubu di area tanah pertanian keluarga kami, didekat Datau Tehap dan muara batanghari Pegang. Nenek moyang telah mewariskan kepada kami anak cucunya tempat menangkap ikan yang strategis, karena pada areal itu sebagian ada yang kena banjir dan sebagian tidak. Sehingga tidak sulit menjelajahi tempat tersebut, dengan berjalan kaki saja.

    Lubai Oh Lubai

    Lubai adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Muara Eni, Sumatra Selatan, Indonesia. Asal usul nama Lubai ini tidak dapat diungkap secara pasti berawal dari siapa, apa maknanya, kapan dimulai penyebutnya. Kata Lubai diambil dari sebuah nama sungai yang mengalir diwilayah Kecamatan Lubai. Penulis pernah menemukan kata Sungai Lubai di negeri Serawak Malaysia. Berdasarkan wawancara penulis sewaktu pulang kampung ke Desa Jiwa Baru pada bulan Agustus 2008, dengan Kakak Haji Rizwan bin Abdullah mengatakan bahwa kata Lubai ini dimulai saat pendekar dari Kawasan Pasemah diperkirakan lebih-kurang 700 tahun yang lalu datang ke Sungai dia berkata inilah Lubai. Berdasarkan hasil mengobrol penulis via facebook dengan Miss Nikollet Lubai asal Hongaria, penulis bertanya mengapa nama anda berakhiran dengan Lubai, dia mengatakan bahwa disana banyak orang menggunakan nama Lubai. Akan tetapi dia sendiri tidak tahu darimana asal usul nama Lubai itu sendiri.

    Namanya Desa yang paling tua menurut Legenda Puyang Tujuh Serampu adalah Persa berlokasi di Muara Lubai dekat Batanghari Rambang. Nama Desa seperti : Aur, Beringin, Baru Lubai, Kota Baru, Pagar Gunung, Pagar Diwe, Prabumenang, Gunong Radje, Tandjung Kemale, merupakan Desa-desa tua. Saat ini desa di kecamatan Lubai semakin banyak sesuai dengan perkembangan daerah pemukiman penduduk.

    Berdasarkan Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Masyarakat Lubai dapat dipelajari sebagai berikut :
    Ciri-ciri fisik termasuk rumpun suku Melayu;
    Adat istiadat seperti tari tradisional "Tari Tanggai" termasuk rumpun Melayu;
    Bahasa sehari-hari digunakan adalah Bahasa Indonesia dialek akhiran e contoh kemana menjadi kemane. Sudah menjadi sude. Bahasa Lubai mirip dengan bahasa Melayu yang dipergunakan oleh masyarakat negara Malaysia. Sebagai rujukan anda dapat menonton Film Ipin dan Upin.

    Tinjauan Aspek Suku di Sumatera Selatan :
    1. Suku Gumai, Suku Lintang di Kab. Lahat;
    2. Suku Komering di OKU dan OKI, sebagian besar di Sepanjang Sungai Komering;
    3. Suku Semendo di Kab. Muara Enim dan Kab. OKU Timur;
    4. Suku Lematang di Kab. Muara Enim dan Kab. Lahat, sebagian besar di Sepanjang Sungai Lematang;
    5. Suku Pasemah di Kota Pagar Alam dan sekitarnya;
    6. Suku Ogan di Batu Raja, sebagian besar di Sepanjang Sungai Ogan;
    7. Suku Palembang di Kota Palembang
    8. Suku Sekayu di Kab. MUBA
    Terdapat 8 (Delapan) Suku besar di Sumatera Selatan, masyarakat Lubai termasuk suku mana? Berdasar kan penelusuran penulis dan diasumsikan bahwa perkembangan wilayah dahulu kala dari zaman Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam adalah berdasarkan sebagian besar berdasarkan sungai. Maka masyarakat Lubai termasuk Suku Ogan, hal ini dikarenakan Batanghari Lubai merupakan anak Batanghari Rambang yang bermuara ke Batanghari Ogan. Adat istiadat kebiasaan dan bahasa Lubai dan Rambang termasuk rumpun suku Ogan, lebih luas rumpun Melayu.

    Selasa, 23 Juni 2009

    Jambu Rumbai

    Pagi yang sejuk, awal Januari 1970 saat itu penulis masih kanak-kanak sering melintas ditengah Danau Jambu Rumbai, dengan cara meniti sebuah jembatan dari batang kayu. Danau Jambu Rumbai terletak di desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan. 

    Danau ini menawarkan pesona alam yang indah. Hamparan air yang biru menyatu dengan alam sekitarnya, Pohon Karet, Pohon Gelam yang kalau sedang berbuah nampak warna putih dari kejauhan, Pohon Cempedak, Pohon Kemang (Binjai) yang berdiri kokoh di tepi danau, seakan memanggil kita untuk menikmati keindahan danau ini.

    Ikan-ikan banyak berkeliaran seperti : Ikan Betok, Ikan Gabus, Ikan Lele, dan sebagainya. Selain ini dihuni oleh ikan, banyak tumbuhan pohon Gabus nenambah keindahan danau ini.

    Peningkatan Gulma Air

    Tingginya produktifitas dan kesuburan Danau Jambu Rumbai, terlihat dari semakin meningkatnya pertumbuhan gulma air pada perairan danau dimana luas penutupannya mencapai 40 %. Hal ini dapat menjadi ancaman karena membantu mempercepat proses pendangkalan Danau Jambu Rumbai. Tanaman air yang menjadi gulma di danau adalah didominasi oleh eceng gondok, akar tanaman ini dapat mencapai dasar danau dan menjadi perangkap sedimen kemudian mengendapkan di dasar danau.

    Terancamnya Satwa Liar dan Biota

    Menurunnya kualitas lingkungan perairan Danau Jambu Rumbai mempengaruhi daya dukung organisme didalamnya sehingga keberadan satwa liar dan biota air semakin terancam. Dan terdapat indikasi menurunnya populasi beberapa satwa liar dan biota air, khususnya yang jenis endemik. Berdasarkan survei dan wawancara dengan masyarakat sekitar danau dijelaskan bahwa biota seperti Betok, Sefat sudah jarang dijumpai di danau.

    Areal Pertanian

    Masyarakat desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatra Selatan bertani dengan cara tradisional. Pertanian tradisional adalah sistem bercocok tanam yang digunakan sejak lama, lahan yang digunakan berpindah-pindah, mengandalkan alam, musim dan cuaca. 

    Untuk memudahkan menuju suatu kawasan pertanian, maka suatu kawasan hutan itu diberi nama oleh nenek moyang sebagai berikut :
    • Dataran Gemsuruman,
    • Dataran Bukit Jehing,
    • Daerah Aliran Air Mahang,
    • Daerah Aliran Air Pematang,
    • Daerah Aliran Air Gambih,
    • Daerah Aliran Air Sapape,
    • Daerah Aliran Air Sehokdian,
    • Daerah Aliran Air Muara Bening,
    • Daerah Aliran Air Lau-lau,
    • Daerah Aliran Air Puhun,
    • Daerah Aliran Air Sabut,
    • Daerah Talang Haji,
    • Daerah Pematang Selanglang,
    • Daerah Semedut,
    • Daerah Himbe Petaling,
    • Daerah Danau Tehap,
    • Daerah Muara Pegang.

    Marga Lubai

    Pengertian Marga

    Marga adalah suatu kesatuan organis terbentuk berdasar wilayah, dan juga keturunan, yang kemudian dikukuhkan dengan pemerintahan administratif serta ikatan norma-norma yang tidak hanya berupa adat-istiadat tidak tertulis tetapi juga oleh ikatan berupa aturan dalam diktum-diktum yang tertulis secara terperinci pada kitab Undang-Undang Simboer Tjahaya.

    Marga secara fungsional memainkan peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan sejarah peradaban masyarakat di Sumatera Selatan. Secara tradisional, marga merupakan institusi tertinggi kemasyarakatan setelah lembaga keluarga, kampung dan dusun. Marga dipimpin oleh seorang tokoh yang pada umumnya dikenal dengan sebutan Pasirah.

    Dengan kualifikasi tertentu, pemimpin marga disebut pula sebagai Depati dan Pengiran. Seorang kepala marga, untuk dapat disebut sebagai Depati ialah apabila ia telah berhasil dipilih untuk memangku jabatan Kepala Marga paling tidak selama dua kali berturut-turut, sedangkan Pengiran ialah dipilih minimal lima kali berturut-turut.

    Marga Lubai

    Marga Lubai adalah salah satu kesatuan organis terbentuk berdasar wilayah, pada tahun 1879 sampai dengan1932 di Karesidenan Palembang, berjumlah 174 marga. Pada tahun 1940, menjelang masa kemerdekaan, jumlah itu menjadi 175 marga, sedang pada masa kemerdekaan di awal masa orde baru, tahun 1968, berjumlah 178 marga. Pada tahun 1983, ketika marga-marga dibubarkan, jumlah seluruh marga di Sumatera Selatan mendekati angka 200.

    Marga Lubai terletak kecamatan Prabumulih, kabupaten Lematang Ilir Ogan Tengah (Muara Enim), provinsi Sumatera Selatan. Zaman dulu kawasan ini masuk wilayah Kesultanan Palembang Darussalam. Desa-desa diwilayah Sumatera Selatan, dalam sejarahnya memang biasanya berada di tepian sungai. Demikian pula halnya dengan desa - desa Marga Lubai berdiri disepanjang sungai Lubai. Hal ini dikarenakan dulu transportasi menggunakan aliran sungai, sehingga masyarakat lebih senang mendirikan rumah dekat dengan tepian sungai.

    Sejarah marga Lubai

    Marga Lubai diperkirakan didirikan sejak zaman pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam, zaman pemerintahan Hindia Belanda, era kemerdekaan negara Republik Indonesia. Pada tahun 1983, sistem pemerintahan marga-marga dibubarkan, jumlah seluruh marga di Sumatera Selatan mendekati angka 200.

    Kepala Marga Lubai suku 1 diantaranya : Puyang Depati Subot, Pugok Pengiran Kori, Pugok Pembarap Haji Muhammad Dum menjadi pejabat kepale marga Lubai suku 1 saat negara Indonesia baru merdeka, Pesirah Syarkowi, Pesirah Haris.

    Marga Lubai suku 1 
    1. desa Tanjung Kemala
    2. desa Gunung Raja
    3. desa Baru Lubai
    4. desa Kurungan Jiwa
    Marga Lubai suku 2
    1. desa Pagar Gunung
    2. desa Beringin
    3. desa Aur
    4. desa Prabumenang
    5. desa Karang Agung
    6. desa Pagar Dewa
    Setelah beberapa generasi Marga Lubai suku 1 dan Marga Lubai suku 2 hidup dengan penuh aman dan nyaman, saat ini nama itu hanya kenangan. Karena istilah marga dihilangkan, maka lenyap pula istilah Marga Lubai. Suku Lubai atau disebut juga Jeme Lubai merupakan anak keturunan dari eks marga Lubai.

    Kepala Marga disebut Depati atau Pesirah dihilangkan, Kepala Dusun disebut Kerio diganti menjadi Kepala Desa, Kepala Kampung disebut Penggawa diganti menjadi Kepala Dusun.

    Semoga kajian marga Lubai bermanfaat bagi para pengunjung dan terima kasih atas kunjungan keblog kami.

    Salam hangat dari kami diperantauan.