Rabu, 16 September 2009

Inspirasi Perantau

Pendahuluan 

Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi serupa susu (dikenal sebagai lateks) dari getah beberapa jenis tumbuhan, tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari lateks yang digunakan untuk membuat karet adalah para atau Hevea brasiliensis (suku Euphorbiaceae). Lateks diperoleh dengan melukai kulit batangnya sehingga keluar cairan kental yang kemudian ditampung.

Tumbuhan lainnya yang menghasilkan lateks di antaranya adalah anggota suku ara-araan (misalnya beringin), sawo-sawoan (misalnya getah perca dan sawo manila), Euphorbiaceae lainnya, serta dandelion. Beringin (Ficus benjamina dan beberapa jenis lain, suku ara-araan atau Moraceae) sangat akrab dengan budaya asli Indonesia. 

Pertanian Karet di Lubai

Nenek Moyang  masyarakat Lubai membudidayakan Karet dalam bahasa Lubai disebut Balam sejak berabad-abda silam. Mereka membudidayakan tanaman ini masih sangat sederhana belum ada sentuhan teknologi modern. Pada saat itu bibit langsung diambil dari buah biji karet tanpa melihat apakah itu bibit unggul yang banyak getahnya atau tidak. Mereka belum menggenal istilah persemaian bibit, karena biji-biji karet tersebut langsung ditanam ke lahan pertanian. Cara penanaman Karet tidak menggunakan alat seperti Cangkul dan Tembilang, melainkan biji buah karet langsung ditanam dengan cara melubangi tanah menggunakan kayu yang telah dibuat runcing dalam bahasa Lubai disebut Tugal.

Beberapa generasi Lubai bertani karet dengan cara tradisional yaitu tanpa pembenihan bibit, pola tanam yang tidak teratur, pola pemeliharaan tidak ada. Pada masa itu petani karet hidup dibawah garis kemiskinan, kecuali petani yang mempunyai lahan pertanian luas. Pada era tahun 2002 seiring dengan program pemerintah di desa Jiwa Baru melaksanakan program peremajaan karet rakyat. Masyarakat diarahkan untuk mengikuti program ini, sehingga kebun karet tua dan hutan muda dibabat untuk dijadikan kebun karet dengan program peremajaan karet rakyat.

Masyarakat Lubai menikmati hasil pertanian karet mencapai puncak pada tahun 2006 sampai dengan 2008, ketika itu harga karet di desa Jiwa Baru mencapai harga Rp. 13.500 per kilo gram. Tingkat perekonomian masyarakat meningkat, pola hidup berubah. Kendaraan roda dua rata-rata setiap rumah memiliki 2 (dua) unit. Alat komunikasi seperti Handphone rata-rata setiap rumah memiliki 2 – 4 buah. Pembangunan rumah tempat tinggal sudah mengikuti gaya perkotaan yaitu dibangun dengan permanent. Namun kejayaan pertanian karet Lubai, berakhir karena kena imbas krisis global.

Inspirasi perantau Lubai

Inspirasi yang saya tulis ini hanya sebuah renungan belaka, bukan suatu kajian ilmiah. Ada jenis 3 (tiga) pohon yang menghasilkan getah yaitu Karet ”Hevea brasiliensis”, Beringin ” Ficus benjamina” dan Pulai ”Alstonia scholaris”. Ketiga jenis kayu mempunyai sifat yang sama, sehingga dapat lakukan okulasi pada tiga jenis pohon ini.

Okulasi merupakan salah satu teknik perbanyakan/perkawinan secara vegetatif dengan menempelkan kulit batang yang satu ke batang lainnya. Okulasi hanya bisa dilakukan pada tanaman yang memiliki kambium/kulit ari. Teknik perbanyakan/perkawinan vegetatif maksudnya adalah teknik perbanyakan/ perkawinan tanaman yang tidak berlangsung secara alami tapi melalui bantuan/intervesi manusia.

Pada tanaman karet, okulasi dilakukan dengan menempelkan kulit batang yang memiliki mata tunas (entres) dengan batang karet lainnya (batang bawah). Entres diambil dari karet yang memiliki produksi tinggi melalui pengujian atau penelitian oleh Balai Penelitian Karet baik dalam maupun luar negeri (klon anjuran). Sedangkan untuk batang bawah diambil dari karet yang rentan terhadap penyakit dan memiliki pertumbuhan akar yang baik. Bahan dan peralatan pendukung yang dibutuhkan pada saat okulasi adalah, batang atas (entres), batang bawah, pisau okulasi, plastik okulasi, asahan dan kain lap.

Ilustrasi pertama :

Okulasi pohon karet dengan pohon beringin. Entres diambil dari karet yang memiliki produksi tinggi melalui pengujian atau penelitian oleh Balai Penelitian Karet baik dalam maupun luar negeri (klon anjuran). Sedangkan untuk batang bawah diambil dari pohon beringin. Pilihlah pohon beringin yang tingginya kira-kira 30 cm dan mempunyai mata tunai yang baik.

Pohon beringin berkembang biak secara genetatif melalui biji yg ada pada buahnya. Kalau kita lihat buah beringin hanya sebesar biji kacang tanah. Jika ini dibelah, didalamnya terdapat ribuan butir biji-biji kecil yg besarnya sama dengan sebutir pasir halus di pantai. Sangat sangat kecil. Dari biji kecil inilah tumbuh sebuah pohon beringin yang hidupnya bisa mencapai umur ratusan tahun. Batangnya kokoh, daunnya lebat dan rindang yg mampu memberikan rasa teduh bagi yg berada dibawahnya. Tinggi pohon dapat mencapai 30 – 35 meter dan berdiameter 40 – 70 cm.

Dari hasil okulasi pohon karet dan beringin diharapkan dapat menghasilkan pohon karet yang mempunyai pohon besar laksana pohon beringin, tahan lama masa produksinya mencapai ratusan tahun dan banyak getahnya. Diperkirakan setiap pohon dapat menghasilkan getah encer sebanyak 5 -7 kilo gram, usia pohon mencapai 15 sampai dengan 20 tahun. Semakin tua usia pohon, getah semakin meningkat jumlah getahnya.

Ilustrasi kedua :

Okulasi pohon karet dengan pohon pulai. Entres diambil dari karet yang memiliki produksi tinggi melalui pengujian atau penelitian oleh Balai Penelitian Karet baik dalam maupun luar negeri (klon anjuran). Sedangkan untuk batang bawah diambil dari pohon pulai. Pilihlah pohon pulai yang tingginya kira-kira 30 cm dan mempunyai mata tunai yang baik.

Pulai dalam bahasa Lubai disebut ”pelawi” termasuk suku kamboja-kambojaan, tersebar di seluruh Nusantara. Di Jawa pulai tumbuh di hutan jati, hutan campuran dan hutan kecil di pedesaan, ditemukan dari dataran rendah sampai 900 m dpl. Pulai kadang ditanam di pekarangan dekat pagar atau ditanam sebagai pohon hias. Tanaman berbentuk pohon, tinggi 20 - 25 m. Batang lurus, diameternya mencapai 60 cm, berkayu, percabangan menggarpu. Kulit batang rapuh, rasanya sangat pahit, bergetah putih. Daun tunggal, tersusun melingkar 4 - 9 helai, bertangkai yang panjangnya 7,5 - 15 mm, bentuknya lonjong sampai lanset atau lonjong sampai bulat telur sungsang, permukaan atas licin, permukaan bawah buram, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 10 - 23 cm, lebar 3 - 7,5 cm, warna hijau. Perbungaan majemuk tersusun dalam malai yang bergagang panjang, keluar dari ujung tangkai.

Dari hasil okulasi pohon karet dan pulai diharapkan dapat menghasilkan pohon karet yang mempunyai pohon besar laksana pohon pulai mencapai ketinggi 25 meter dan diameter 60 cm, tahan lama masa produksinya mencapai ratusan tahun dan banyak getahnya. Diperkirakan setiap pohon dapat menghasilkan getah encer sebanyak 3- 5 kilo gram, usia pohon mencapai 15 sampai dengan 20 tahun. Semakin tua usia pohon, getah semakin meningkat jumlah getahnya.

Penutup

Inovasi dibidang pertanian karet mestinya dicoba. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Okulasi pohon karet dan ketela pohon menghasil varitas baru yaitu ketela pohon karet, yang dikenal juga ubi kayu karet. Ubi karet menghasil umbi-umbi besar namun tidak dapat dijadi bahan makanan karena umbi-umbi tersebut sifat keras seperti akar karet. Pucuk muda ubi karet dapat dijadikan sebagai lalap-lalapan makan. Jika ubi kayu karet di okulasi dengan ubi kayu maka akan menghasilkan ubi kayu yang menghasilkan umbi yang besar-besar.

Okulasi pohon karet dan pohon beringin akan menghasilkan varitas baru pohon karet yang besar dengan masa produktif yang lama dan dapat menghasilkan getah latek lebih banyak, begitupun hasil daripada Okulasi pohon karet dan pohon pulai akan menghasilkan varitas baru pohon karet yang besar dengan masa produktif yang lama dan dapat menghasilkan getah latek lebih banyak.

Tulisan ini merupakan apa melintasi dipikiran penulis, tanpa melalui penelitian terlebih dahulu. Maka sebab itu, informasi yang pada tulisan ini tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar