Pendahuluan
Legenda adalah sebuah genre dari cerita rakyat yang terdiri atas narasi yang menampilkan perbuatan-perbuatan manusia yang diyakini atau dipercayai oleh si pencerita dan pendengarnya sebagai suatu kisah nyata yang pernah terjadi. Narasi dalam genre ini bisa saja menunjukkan nilai-nilai manusia, dan memiliki beberapa kualitas tertentu yang membuat ceritanya terdengar seperti nyata. Legenda, untuk partisipan aktif dan pasif-nya dapat mencakup mukjizat atau keajaiban. Legenda dapat bertransformasi dari waktu ke waktu, agar tetap terdengar segar dan penting.
Legenda Puyang Serampu 7 (Tujuh) yaitu dikisahkan bahwa puyang ini mempunyai 7 (Tujuh) bersaudara terdiri dari 6 (enam) laki-laki dan seorang prempuan yang sangat cantik. Mereka bertempat tinggal di Kampung Persa, letaknya dekat muara Sungai Lubai dan Sungai Rambang, provinsi Sumatera Selatan. Bukti tertulis tentang puyang Serampu tidak ada, namun bukti alam sampai dengan saat ini masih ada. bagi pembaca ingin menyaksikan dapat berkunjung kesana.
Kampung Persa Lubai
Kampung Persa merupakan permukiman nenek moyang masyarakat Lubai, terletak Sungai Lubai dan Sungai Rambang, provinsi Sumatera Selatan. Kondisi kehidupan masyarakat di kampung Persa, Muara Lubai sejahtera dan sentosa. Tingkat kesejahteraan pendudukan, hal ini didukung hasil pertanian yang melimpah dan sentosa menggambarkan penduduk desa ini, bebas dari segala kesukaran dan bencana, aman
dan tenteram.
Batanghari Lubai merupakan tempat mencari sumber layuk payuk hewani seperti : ikan Tapah, ikan Toman, ikan Haruan, ikan Baung, ikan Behinget, ikan Kalang, ikan Keli, ikan Pungkut, ikan Lenjing, ikan Bujok, ikan Betutu, ikan Belide, ikan Palau, ikan Lampan dan sebagainya.
Hutan belantara disekitar Kampung Persa, Muara Lubai banyak ditumbuhi : pohon Cikhu, pohon Pelawan, pohon Simpoh, pohon Gelam Tikus, pohon Cenggal, pohon Gehunghang, pohon Mehampui, pohon Tampui, pohon Haman, pohon Hengas, pohon Hukam, pohon Setul, pohon Mampat, pohon Putat, pohon Tehap dan sebagainya.
Puyang Serampu 7 Sakti
Puyang Serampu 7 terdiri dari 6 (enam) laki-laki dan 1 (satu) Perempuan. Ke-enam Saudara laki-laki Puyang Serampu mempunyai kesaktian mandraguna. Digdaya seperti tidak mempan segala jenis senjata. Digdaya secara batiniah tatkala kita tidak punya musuh, tidak pernah menyakiti hati orang, tepa salira dan tenggang rasa. Kesaktiannya mereka tidak perlu diragukan lagi kehebatan, tiada tanding pada saat itu. Sehingga Kampung Persa, Muara Lubai dalam kondisi aman tenteram, tidak dapat gangguan dari pihak luar kampung.
Adik perempuan Puyang Serampu 7, mempunyai paras yang cantik jelita. Kecantikan puyang perempuan ini tidak ada yang menandinginya di Kampung Persa, Muara Lubai. Banyak pemuda yang menaruh hati kepada sang gadis nan cantik jelita ini, namun mereka tidak berani mengungkapkanya. Hal ini karena mereka takut akan kesaktian enam saudara laki-laki Puyang Serampu 7.
Pemuda Sakti Tanpa Pusar
Konon cerita tidak jauh dari Kampung Persa, Muara Lubai terdapat kampung di bawah air. Di kampung bawah air itu, tinggal seorang pemuda sangat tampan bersama kedua orang tuanya. Pemuda tampan ini mempunyai beberapa keanehan daripada manusia normal yaitu dia tidak mempunyai pusar*) baca pusat dalam bahasa Lubai. Disamping mempunyai keanehan pemuda ini, mempunyai kesaktian mandraguna luar biasa yaitu setiap dia menghamtamkan kakinya ke tanah, maka dari bekas hantaman kakinya akan memancarkan air dalam jumlah yang sangat banyak.
Al kisah, pada suatu hari sang pemuda tampan sakti tanpa pusar ini, berkunjung ke Kampung Persa, Muara Lubai. Tanpa sengaja saat itu, dia melihat seorang gadis yang mempunyai paras cantik jelita. Gadis itu adalah adik perempuan Puyang Tujuh Serampu. Ketika itu sigadis ini akan mandi ke Batanghari Lubai. Sejak pandangan pertama ini, sipemuda tampan tidak dapat melupakan bayangan sigadis cantik nan jelita dari Kampung Persa, Muara Lubai. Beberapa hari pemuda tampan tanpa pusat, memikirkan bagaimana caranya agar dia melupakan bayaran sigadis ini, namun dia tidak berhasil. Dia menyadari bahwa antara dia dan sigadis beda alam. Pemuda tampan tanpa pusar berada dialam bawah air dan sigadis hidupnya dialam atas air. Dapatkah kedua insan beda alam ini, menjalin kasih sayang.
Pemuda Sakti tanpa Pusar melamar
Beragam cinta yang ada dalam kehidupan sehari-hari, kadang berakhir menyenangkan dan kadang menyedihkan, tapi tidak seharusnya manusia terlena dan hanyut akan cinta. Cinta ibarat kupu-kupu. Makin kau kejar, makin ia menghindar. Tapi bila kau biarkan ia terbang, ia akan menghampirimu disaat kau tak menduganya. Cinta bisa membahagiakanmu tapi sering pula ia menyakiti, tapi cinta itu hanya istimewa apabila kau berikan pada seseorang yang layak menerima.
Perasaan yang membara didalam jiwa sang pemuda sakti tanpa pusar, membawa dia untuk memberanikan diri untuk menemui sigadis nan cantik jelita. Singkat cerita pertemuan kedua manusia yang berlain jenis ini menumbuhkan benih-benih cinta yang mendalam. Benih-benih cinta yang tumbuh pada kedua insan manusia ini, semakin hari tumbuh kian subur. Karena desakan dari gelora cinta yang semakin memabara didalam jiwa sipemuda, dia bertekad akad akad melamar adik perempuan Puyang Serampu 7.
Sipemuda tampan menghadap orangtua sigadis, untuk menyampaikan niatnya. Sipemuda sakti tanpa pusar "Mamang pemangku adat Kampung Persa, kenalkan aku pemuda dari desa nan jauh dari sini dan ciri-ciriku tanpa pusar. Maksud kedatangan aku kesini, nak melamar anak mamang, untuk menjadi pendamping hidupku" Mendengar pinangan dari sepemuda tanpa pusar dan berasal dari desa yang jauh, enam saudara laki-laki Puyang Serampu 7 jadi terperangah mendengarnya. Mereka berenam sepakat untuk menolak pinangan ini. Hati mereka menjadi gusar, adik perempuan mereka yang cantik jelita dilamar oleh seorang pemuda mempunyai beberapa keanehan yaitu dia tidak mempunyai pusar, tidak dapat menyebutkan berasal dari desa mana, sesungguhnya dia berasal.
Dengan kesaktian mandraguna yang dimiliki sipemuda sakti tanpa pusar dan kesaktian enam saudara lakik-laki Puyang Serampu Tujuh, setelah mereka sepakat untuk bertanding adu kesaktian. Setelah melakukan beberapa kesaktiannya antara sipemuda dan enam bersaudara laki-laki, ternyata hasilnya seimbang. Hal ini membuat enam saudara laki-laki Puyang Tujuh Serampu, dengan perasaan terpaksa harus menerima pinangan sipemuda tanpa pusar. Kesaktian sipemuda sakti tanpa pusar, telah memaksa enam saudara laki-laki Puyang Serampu merestui pinangannya terhadap adik perempuan mereka satu-satunya. Dalam bahasa Lubai "kelewai cumah suhang" nak belaki jaoh pule.
Pengantin Wanita dibawa pulang
Setelah pinangan sipemuda tanpa pusar diterima lanngsung dilaksanakan perkawinan antara pemuda sakti tanpa pusar baca pusat dalam bahasa Lubai dengan adik Puyang Serampu Tujuh. Nampak kedua mempelai sangat bahagia, Sipemuda mempunyai wajah sangat tampan, sedang sigadis mempunyai paras sangat jelita. Sunguh mereka merupakan pasangan yang sangat serasi.
Sebagai ungkapan cinta sepasang suami isteri yang harmonis. mereka tidak mengatakan "Ini salahmu!", tapi mereka mengaatakan"Maafkan aku, ya sayang". mereka tidak mengatakan "Kau dimana!", melainkan mereka berkata"Aku disini, mengapa sayang?" mereka tidak mengatakan "Coba, seandainya kau...", akan tetapi mereka berkata "Terima kasih ya, kau begitu....."
Beberapa hari berselang, sang pengantin pria hendak membawa pulang sang pengantin wanita ke istana baca tempat tinggal dia bermukim. Mereka menuju kesana dengan perjalanan darat, masih sanggat asing bagi sang pengantin wanita. Mengingat hal ini akan membuat kesulitan bagi sang pengantin wanita, bila terjadi sesuatu hal untuk kembali kekampung halamannya di Kampung Persa, Muara Lubai. Maka sang pengantin pria memberitahukan kepada sang pujaan hatinya bahwa menginggat perjalanan kita ini memakan waktu cukup lama yaitu selama 3 (tiga) hari 3 (tiga) malam, selain membawa beberapa keperluan makanan untuk kita, jangan lupa membawa buah Wijan.
Mereka sepasang pengantin yang berbahagia ini, setelah pamit kepada keluarga besar Puyang Serampu 7 mereka memulai perjalanan menuju tempat tinggal sang pengantin pria. Sang pengantin pria memerintahkan isteri untuk menaburkan buah Wijan sepanjang perjalanan yang mereka lakukan. Sang isteri belum memahami apa maksud suaminya menyuruh dia agar menaburkan buah Wijan sepanjang perjalanan mereka.
Setelah mereka melakukan perjalanan selama 3 (tiga) hari 3 (tiga) malam mereka sampai dimana tempat yang dimaksud tempat tinggal sang pengantin pria. Tempat itu yang ternyata sebuah Lubuk di sebuah Sungai. Melihat kenyataan ini, maka sang pengantin wanita sangat kaget. Perasaannya bercampur antara sedih dan rasa takut ketika melihat sang suami melompat kedalam sungai itu. Namun demikian karena dia sanggat mencintai suaminya dia mampu untuk menahan rasa sedih dan takut, sambil menunggu dipinggir sungai.
Setelah masa menunggu suaminya itu, selama 3 (tiga) pekan atau minggu sang suami tidak juga muncul kepermukaan sungai, maka sang pengantin wanita akhirnya dengan rasa sedih memutuskan untuk kembali pulang Kampung halaman tempat kelahirannya. Pada awalnya dia merasa binggung bagaimana mungkin dia dapat menuju kembali ketempat kampung halamannya, menginggat tempat sangat jauh dari kampung halamannya.
Adik perempuan Puyang Serampu 7 ini, memulai perjalanan kembali menuju kampung Persa, Muara Lubai. Setelah beberapa lama perjalanannya, tanpa sengaja dilihatnya ada pohon Wijan. Sang pengantin wanita, akhirnya menyadari bahwa ternyata maksud suami memerintah untuk menabur biji Wijan adalah agar buah wijan yang telah ditaburkan sepanjang jalan tadi setelah tumbuh dapat menjadi petunjuk jalan, untuk pulang kembali menuju Kampung Persa dekat Muara Rambang.
Dengan memperhatikan pohon Wijan yang telah ditaburkan saat akan pergi dahulu, saat ini sudah mulai tumbuh sehingga akhirnya si adik perempuan Puyang Tujuh Serampu, tidak mendapat kesulitan untuk mencapai tempat kelahirannya.
Malapetaka Kampung Persa Lubai
Sang waktu berjalan terus tanpa terasa, telah 3 (tiga) purnama lamanya sang pengantin pria berada di Lubuk Sungai bersama orangtuanya. Sebagai pengantin baru, dia sangat rindu baca sumang kepada isterinya, maka iapun segera menyusul ke Kampung Persa di Muara Lubai.
Maksud kedatangannya ke kampung Persa, Muara Lubai adalah hendak membawa pulang kembali iseterinya. Adik Puyang Serampu Tujuh, setelah dia mengetahui bahwa suaminya itu bukan dari Bangsa Manusia melain dari Bangsa lain atau makhlus halus yang sakti, maka dia tidak mau lagi kembali mengikuti suaminya. Karena diminta dengan baik-baik, isterinya tidak mau ikut pulang, maka sampailah puncak kemarahan si Pemuda tanpa pusar yang sakti ini.
Karena silang paham tidak mencapai titik temu, maka untuk menyelesaikan permasalahan diadakan perang tanding kesaktian antara "Pemuda sakti tanpa pusar" dan "Tujuh bersaudara Puyang Serampu".
Pertandingan adu kesaktian ini cukup seru. Pemuda tanpa pusar, menghantamkan kaki ketanah maka seketika itu juga memancar air yang sangat besar keluar dari bekas hantaman kaki. Saudara tertua dari Puyang Serampu Tujuh tanpa ragu dengan kesaktiannya, hanya menggunakan sebatang lidi kelapa, dia mampu menutup air, yang sangat deras memancar tadi. Hantaman kaki pemuda tanpa pusar, dari kesatu sampai dengan ke-enam dapat ditutup hanya menggunakan sebatang lidi oleh Puyang Serampu Tujuh bersaudara, sesuai dengan urutan pertama sampai dengan puyang nomor 6 (enam).
Malapetaka bermula, ketika hantaman kaki pemuda tanpa pusar ketujuh. Mendapat giliran untuk menutup air yang memancar dari bekas hatanman kakinya itu adalah adik perempuan Puyang Tujuh Serampu. Setelah lidi kelapa itu ditancapkan ketanah, ternyata air yang memancar itu tidak mau berhenti. Air yang memancar itu, semakin lama, semakin meluap. Mula-mula hanya menggenangi rumah tinggal Puyang Serampu 7 bersaura, namun air itu semakin lama, semakin meluap yang akhirnya menengelamkan kampung Persa, Muara Lubai – Sungai Rambang.
Keterangan :
- Sisa Kampung Persa, Muara Lubai dapat dilihat dengan beberapa reruntuhan rumah yang telah tenggelam itu. Bagi pembaca cerita ini, dapat berkunjung kesana menggunakan perahu ataupun jalan darat, Lokasi dekat Muara Batanghari Lubai dekat Batanghari Rambang;
- Adik Perempuan Puyang Serampu Tujuh dibawa oleh Pemuda sakti tanpa pusar;
- Puyang Berlayar Balok, karena menggunakan Balok dari kampung Persa, Muara Lubai - Rambang, ke hulu Batanghari Lubai. Puyang ini merupakan tokoh masyarakat "Talang Balok” kuburan Puyang ini berada dipinggir Batanghari Lubai, Talang Balok, saat ini telah desa Menanti;
- Puyang Terbang Jubah, tokoh masyarakat Duson Aur. Jubah Puyang ini masih dapat disaksikan di Duson Aur. Kuburan puyang ini dipinggir Batanghari Lubai, Duson Aur. Bagi masyarakat Duson Aur, puyang ini terkenal dengan legenda pohon Tanjung berbunga emas;
- Terdapat kuburan tua terletak dipinggir Batanghari Lubai, dekat daerah Talang Haji, desa Jiwa Baru, saat ini masih ada. Tapi penulis tidak memperoleh info yang jelas apakah kuburan termasuk tokoh dari ”Puyang Serampu 7”
- Catatan : pu·sar adalah cekungan di tengah-tengah dinding perut bekas tempat tali pusar yang menghubungkan perut dengan tembuni ketika bayi baru lahir;
Sumber info : Lamtoni Zainal Abidin (Beringin Lubai) dan diolah sendiri oleh penulis.
Penulis cerita
Amar Lubai
..Nama nya juga ''dongeng'' /cerita.Kita sebagai generasi penerus,wajib untuk menghormati,,meskipun cerita ini,jauh dari nalar..
BalasHapusIni cerita ada kemiripan dengan: 1. Pimpinan suku Daya juga tanpa pusar,suku yang diceritakan menyerang pendduduk desa pagar agung dan tersebut juga di prabumulih. Suku ini diduga suka memakan manusia(kanibal) terhadap penduduk yg kalah ketika mereka serang. Puyang tanpa pusar ini dikalahkan oleh puyang singe patih keban dari baru rambang. Dan tempata terakhir mereka bertarung di himbe kuahi salah satu kawasan hutan rimba dalam daerah kecamatan rambang. Puyang tanpa pusar itu dikubur dirimba itu oleh puyang singe patih keban.
BalasHapus2.cerita ini mirip juga dengan cerita pertarungan antara sekemilung dan beringsang sakti. Cerita ini dikenak dari daerah lahat.
Ini cerita ada kemiripan dengan: 1. Pimpinan suku Daya juga tanpa pusar,suku yang diceritakan menyerang pendduduk desa pagar agung dan tersebut juga di prabumulih. Suku ini diduga suka memakan manusia(kanibal) terhadap penduduk yg kalah ketika mereka serang. Puyang tanpa pusar ini dikalahkan oleh puyang singe patih keban dari baru rambang. Dan tempata terakhir mereka bertarung di himbe kuahi salah satu kawasan hutan rimba dalam daerah kecamatan rambang. Puyang tanpa pusar itu dikubur dirimba itu oleh puyang singe patih keban.
BalasHapus2.cerita ini mirip juga dengan cerita pertarungan antara sekemilung dan beringsang sakti. Cerita ini dikenak dari daerah lahat.
Terime kaseh atas komentar dan telah sudi mampir ke blog kami...
BalasHapusMau nanya om jd puyang rambang ini siapa
BalasHapus