Rabu, 26 Agustus 2009

Tumbuhan Keramunting

Pendahuluan

Tumbuhan Keramunting adalah sejenis tanaman liar dengan pohon berkayu. Biasanya tumbuhan pada lahan terbuka tingginya hampir serata tinggi orang-orang dewasa. Nama tumbuhan ini :  Keramunting, Keremunting (Lubai), Kemunting (Melayu), Nama Lain: Kermunting, Kerebunting, Dunduok (kadazan dusun Negara Malaysia), Gangrenzi (China), Nama ilmiah : Rhodomyrtus tomentosa (Ait.) 

Karakteristik Tumbuhan

Keramunting dapat tumbuh mencapai ketinggian hingga 2 meter. Batangnya yang muda mempunyai bulu-bulu pendek yang halus dan padat. Daunnya tersusun secara bertentangan, berbentuk ringkas dan berbentuk bujur. Permukaan daun berkilat dengan warna hijau gelap manakala bahagian bawah daunnya mempunyai bulu-bulu halur dan berwarna hijau pudar. Bunganya berwarna merah jambu, dengan lima kelopak. Ia mempunyai banyak stamen dengan 5 filamen berwarnamerah jambu dan ukurannya berukuran (garis rentas) 2.5 cm. Satu atau lebih bunga tersusun pada tangkai bunga. Hingga bunga karamunting satu-satu berlepasan kelopaknya, menjelma menjadi buah berwarna hijau sekeras jambu biji mentah, berukuran sekacang tanah. Menjelang hujan turun di pangkal musim hujan satu-satu buah karamunting berwarna kemerahan. Sampai kemudian musim buah karamunting mencapai puncaknya, buah-buahnya bunting berwarna ungu. Buahnya kecil (beri) dengan ukuran garis rentas lebih kurang 1.3 cm, berwarna ungu gelap dengan isi yang manis dan berbau harum. Keramunting hidup subur dikawasan yang tanahnya mempunyai kelembapan yang tinggi terutamanya berhampiran dengan paya atau sungai. Namun ia juga boleh beradaptasi dengan pelbagai jenis tanah seperti tanah pasir dan tanah yang agak asin. 

Kegunaan Tumbuhan

Di Daerah Lubai buah Keramunting hanya dimakan langsung tanpa melalui proses. Buah ini belum ada nilai tambah, karena buah ini hanya dianggap tumbuhan liar belaka yang dianggap tidak mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Masyarakat Lubai belum banyak tahu bahwa tumbuhan ini dapat menghasilkan nilai ekonomi yang dapat menambah pendapatan keluarga.

Pada Kabupaten Belitung Prov. Bangka Belitung Buah Keramunting dapat diolah menjadi dodol keremunting dapat dibawa sebagai oleh-oleh khas Kabupaten Belitung. Di Malaysia, masyarakat desa kadazan merebus akar kemunting untuk menjadikan air rebusannya sebagai penawar untuk muntah berdarah. Air rebusan ini (lebih kurang 150 ml) diminum tiga kali sehari selama tiga hari. Buahnya yang manis boleh digunakan untuk membuat pai dan juga jem. Di kawasan selatan Thailand buah kemunting yang masak ranum dan manis rasanya dimakan bersama santan yang dicampur dengan sedikit garam.

Penutup

Tulisan ini merupakan hasil kajian kepustakaan ruang digital melalui situs internet. Ucapan terima kasih penulis kepada para pengelola situs internet yang telah saya jadi sumber tulisan ini dan mohon maaf nama penulis sumber tulisan tidak saya tuliskan disini.

Palembang Kota Wisata

Kota Palembang adalah salah satu kota (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya) sekaligus merupakan ibu kota dari Provinsi Sumatra Selatan. Palembang adalah kota terbesar kedua di Sumatra setelah Medan. Kota ini dahulu merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya sebelum dihancurkan oleh Majapahit. Sampai sekarang bekas area Kerajaan Sriwijaya masih ada di Bukit Siguntang, di Palembang Barat.

Setelah dihancurkan oleh berbagai peristiwa mulai dari penyerbuan pasukan maritim barbar dan isolasi dari majapahit, kota ini lalu sangat terpengaruh budaya Jawa dan Melayu. Sampai sekarang pun hal ini bisa dilihat dalam budayanya. Salah satunya adalah bahasa. Kata-kata seperti “lawang (pintu)”, “gedang (pisang)”, adalah salah satu contohnya. Gelar kebangsawanan pun bernuansa Jawa, seperti Raden Mas/Ayu. Makam-makam peninggalan masa Islam pun tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.

Kota ini memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Makanan khas daerah ini adalah pempek Palembang, tekwan, model, celimpungan, kue maksuba, kue 8 jam, kue engkak, laksan, burgo, dll. Makanan seperti pempek atau tekwan mengesankan “Chinese” taste masyarakat Palembang.

Palembang merupakan kota tertua di Indonesia, hal ini didasarkan pada prasasti Kedukan Bukit yang diketemukan di Bukit Siguntang, sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota yang merupakan ibukota Kerajaan Sriwijaya pada tanggal 16 Juni 683 Masehi. Maka tanggal tersebut dijadikan patokan hari lahir Kota Palembang.

Kota Palembang juga dipercayai oleh masyarakat melayu sebagai tanah leluhurnya. Karena di kota inilah tempat turunnya cikal bakal raja Melayu pertama yaitu Parameswara yang turun dari Bukit Siguntang. Kemudian Parameswa meninggalkan Palembang bersama Sang Nila Utama pergi ke Tumasik dan diberinyalah nama Singapura kepada Tumasik. Sewaktu pasukan Majapahit dari Jawa akan menyerang Singapura, Parameswara bersama pengikutnya pindah ke Malaka disemenanjung Malaysia dan mendirikan Kerajaan Malaka. Beberapa keturunannya juga membuka negeri baru di daerah Pattani dan Narathiwat (sekarang wilayah Thailand bagian selatan). Setelah terjadinya kontak dengan para pedagang dan orang-orang Gujarat dan Persia di Malaka, maka Parameswara masuk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Iskandar Syah.

Secara teratur, sebelum masa NK-RI pertumbuhan kota palembang dapat dibagi menjadi 5 fase utama:

  1. Fase sebelum Kerajaan Sriwijaya Merupakan zaman kegelapan, karena mengingat Palembang telah ada jauh sebelum bala tentara sriwijaya membangun sebuah kota dan penduduk asli daerah ini seperti yang tertulis pada manuskrip lama di hulu sungai musi merupakan penduduk dari daerah hulu sungai komering.
  2. Fase Sriwijaya Raya, Palembang menjadi pusat dari kerajaan yang membentang mulai dari barat pulau jawa, sepanjang pulau sumatera, semenanjung malaka, bagian barat kalimantan sampai ke indochina. Runtuhnya Sriwijaya sendiri utamanya karena penyerbuan bangsa-bangsa pelaut ‘yang tidak terdefinisikan’, sebagian sejarahwan mengatakan bahwa mereka adalah pasukan barbar laut dari Srilanka (Ceylon). Akibat hancurnya kekuatan maritim mereka, Sriwijaya menjadi lemah dan persekutuan daerah-daerah kekuasaanya terlepas dan ketika datangnya Ekspedisi Pamalayu dari Jawa (majapahit) ke jambi dalam melakukan isolasi kepada Palembang, untuk mencegah Sriwijaya bangkit kembali.
  3. Fase Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya, Disekitar Palembang dan sekitarnya kemudian bermunculan kekuatan-kekuatan lokal seperti Panglima Bagus Kuning dihilir sungai musi, Si Gentar Alam didaerah Perbukitan, Tuan Bosai dan Junjungan Kuat di daerah hulu sungai Komering, Panglima Gumay disepanjang Bukit Barisan dan sebagainya. Pada fase inilah Parameswara yang mendirikan Tumasik (Singapura) dan kerajaan Malaka hidup, dan pada fase inilah juga terjadi kontak fisik secara langsung dengan para pengembara dari Arab dan Gujarat.
  4. Fase Kesultanan Palembang Darussalam, Hancurnya Majapahit di Jawa secara tidak langsung memberikan andil pada kekuatan lama hasil dari Ekspedisi Pamalayu di Sumatera. Beberapa tokoh penting dibalik hancurnya majapahit seperti Raden Patah, Ario Dillah (Ario Damar) dan Pati Unus merupakan tokoh-tokoh yang erat kaitanya dengan Palembang. Setelah Kesultanan Demak yang merupakan ‘pengganti’ dari majapahit dijawa berdiri, di Palembang tak lama kemudian berdiri pula ‘Kesultanan Palembang Darussalam’ dengan raja pertamanya adalah ‘Susuhunan Abddurrahaman Khalifatul Mukmiminin Sayyidul Iman’. Kerajaan ini mengawinkan dua kebudayaan, maritim peninggalan dari Sriwijaya dan agraris dari Majapahit dan menjadi pusat perdagangan yang paling besar di Semenanjung Malaka pada masanya. Salah satu Raja yang paling terkenal pada masa ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin II yang sempat menang tiga kali pada pertempuran melawan Eropa (Belanda dan Inggris).
  5. Fase Kolonialisme, Setelah jatuhnya Kesultanan Palembang Darussalam pasca kalahnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada pertempuran yang keempat melawan Belanda yang pada saat ini turun dengan kekuatan besar pimpinan Jendral De Kock, maka Palembang nyaris menjadi kerajaan bawahan. Beberapa Sultan setelah Sultan Mahmud Badaruddin II yang menyatakan menyerah kepada Belanda berusaha untuk memberontak tetapi kesemuanya gagal dan berakhir dengan pembumi hangusan bangunan kesultanan untuk menghilangkan simbol-simbol kesultanan. Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua keresidenan besar, dan pemukiman di Palembang dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.

Kota Palembang telah dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ‘Kota Wisata Air’ pada tanggal 27 September 2005. Presiden mengungkapkan bahwa kota Palembang dapat dijadikan kota wisata air seperti Bangkok, Thailand dan Pnomh Phenh, Kamboja.

Kamis, 13 Agustus 2009

Tumbuhan Gaharu

Pendahuluan

Tumbuhan Gaharu menghasilkan kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga/genus Aquilaria, terutama A. malaccensis. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Nama tumbuhan ini : Gaharu, Karas, Engkaras, Kahasa (Lubai), nama ilmiah : Aquilaria malaccensis.

Karakteristik Tumbuhan

Pohon Gaharu di Malaysia dengan nama Gaharu, Depu, Karas atau engkaras merupakan pohon besar yang dapat mencapai ketinggian sehingga 40 meter tingginya. Diameter batangnya pula boleh mencapai sekitar 60 cm. Gaharu merupakan sejenis tumbuhan yang tumbuh di kawasan hutan hujan tropika, terutamanya di tanah rendah sehingga ke kawasan yang ketinggiannya sehingga 270 meter daripada paras laut. Pohon ini sudah dapat dipanen dalam kurun waktu 5 tahun serta besarnya pohon ini memiliki rata-rata diameter 40 cm hingga 60 cm dan tingginya dapat mencapai 40 m.

Taburan pertumbuhan depu secara geografinya meliputi kawasan Asia tenggara, India dan China. Gaharu boleh hidup di semua jenis tanah kecuali kawasan paya dan berair.

Kegunaan Tumbuhan 

Resin yang terhasil di bahagian teras batang pokok gaharu merupakan bahan yang mempunyai nilai komersial yang amat di tinggi di pasaran seluruh dunia. Resin ini telah digunakan sejak zaman berzaman sebagai setanggi atau kemenyan, digunakan dalam pengobatan, kosmetik mahupun bahan untuk upacara keagamaan. Cara tradisonal untuk mendapatkan resin ini ialah dengan menebang pokok ini untuk mendapatkan resinnya. 

Minyak gaharu sejauh ini merupakan minyak atsiri paling berharga di dunia, dengan harga mencapai US$ 50.000 hingga US$ 80.000 per liter. Industri perisa dan wewangian sangat banyak menggunakan gaharu. Sebagian besar perdagangan internasional gaharu adalah untuk produksi parfum yang bertujuan untuk kebutuhan estetika dan religius.

Gaharu memiliki aroma yang benar-benar unik yang tidak dapat dibandingkan dengan wewangian lainnya. Aroma gaharu memiliki eksotis yang dalam, kaya, manis, hangat, kayu, tembakau madu, aroma bersahaja dengan nada musky kebinatangan. Minyak oud merupakan dasar dari parfum Arab legendaris yang terkenal sebagai Oud.

Tumbuhan Gaharu di Lubai

Pohon Gaharu di kawasan desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, pada mulanya hanya untuk diambil kulitnya. Kulit kayu Gaharu dapat dijadikan tali pengikat, sebagai dinding pondok atau danggau di Ladang. 

Seiring dengan perkembangan niaga pohon Gaharu yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan semakin banyak permintaan dari di timur tengah, seperti Arab Saudi, Watar, Palestina, Yaman, Oman, Turki, Iran, Kuwait dan lainnya. Masyarakat Lubai menebangi pohon Gaharu untuk dijual, namun sayang tidak memperhatikan populasi kayu ini yang mulai langka yang terdapat di hutan-hutan di kawasan Lubai. 

Penutup

Tulisan ini merupakan hasil kajian kepustakaan ruang digital melalui situs internet. Ucapan terima kasih penulis kepada para pengelola situs internet yang telah saya jadi sumber tulisan ini dan mohon maaf nama penulis sumber tulisan tidak saya tuliskan disini.

Tumbuhan Putat

Pendahuluan

Tumbuhan Putat adalah tumbuhan liar yang hidup dihutan primer di Malaysia dan Indonesia, termasuk dalam suku Leeythidaeeae. Nama Tumbuhan ini : Putat, Nama ilmiah : Planchonia valida.

Karakteristik Tumbuhan

Putat merupakan tumbuhan yang biasa dijumpai tumbuh dikawasan tepi sungai atau berhampiran dengan kawasan yang berpaya/berawa. Ia merupakan sejenis pohon yang berukuran sederhana dan dapat mencapai ketinggian hingga 10 meter. Ia di jumpai tumbuh dikawasan asia tenggara dan kepulauan pasifik. Terdapat dua jenis putat yang selalunya dijadikan ulam oleh masyarakat melayu iaitu putat hijau dan putat merah. Sewaktu penulis masih kecil saat masih berdomisili di desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumataera Selatan, sangat senang makan daun muda Putat.

Kegunaan Tumbuhan

Ekstrak biji putat terbukti secara saintifik mempunyai sifat anti kanser. Di kerala India biji putat digunakan untuk merawat pelbagai penyakit yang menyerupai kanser (ketumbuhan).

Penutup

Tulisan ini merupakan hasil kajian kepustakaan ruang digital melalui situs internet. Ucapan terima kasih penulis kepada para pengelola situs internet yang telah saya jadi sumber tulisan ini dan mohon maaf nama penulis sumber tulisan tidak saya tuliskan disini.

Selasa, 11 Agustus 2009

Tumbuhan Terap

Pendahuluan

Tumbuhan Terap atau tarap adalah sejenis pohon buah dari marga pohon nangka. Nama tumbuhan ini : Terap,  Tehap (Lubai), Tarop (Tapanuli), nama ilmiah : Artocarpus odoratissimus. 

Karakteristik Tumbuhan

Pohon terap tingginya mencapai 25 m, dan batangnya dapat mempunyai diameter sampai 40 cm, keabu-abuan. Ranting dengan bulu-bulu panjang kuning sampai kemerahan. Berumah satu (monoecious). Buah terap liar yang telah masak. Daun berbentuk jorong sampai bundar telur terbalik, 11-28 × 16-50 cm, bertepi rata atau menggerigi dangkal, berujung tumpul atau sedikit meluncip, bertangkai 2-3 cm. Daun penumpu bundar telur, 1-8 cm, berbulu kuning atau merah, bila rontok meninggalkan bekas cincin pada ranting. Perbungaan dalam bongkol soliter, yang muncul pada ketiak daun. Bongkol bunga jantan berbentuk jorong sampai gada, 2-6 × 4-11 cm. Buah majemuk (syncarp) agak bulat, sampai 13 × 16 cm, kuning kehijauan bila masak, dengan tonjolan-tonjolan serupa duri lunak pendek, bertangkai panjang 5-14 cm, muncul di ujung ranting seperti pada sukun. Daging buah (semu, yang sebetulnya adalah perkembangan dari perhiasan bunga) berwarna keputihan, mengandung banyak sari buah, manis dan harum sekali, terasa licin lunak dan agak seperti jeli di lidah. Biji (perikarp) 8 × 12 mm. 

Kegunaan Tumbuhan

Buah benda yang telah masak dimakan dalam keadaan segar, bijinya dapat dimakan setelah direbus atau digoreng. Getah terap sering digunakan sebagai perekat untuk menjerat burung. Dahulu, serat kulit kayu bagian dalam terap digunakan sebagai bahan pakaian, tali temali untuk berbagai kegunaan seperti untuk ayunan bayi. Serat kulit terap sebelum digunakan dikeringkan terlebih dahulu akan menghasilkan tali temali yang kuat. Biji terap juga dapat dimakan setelah dipanggang atau direbus dengan garam.

Penutup

Tulisan ini merupakan hasil kajian kepustakaan ruang digital melalui situs internet. Ucapan terima kasih penulis kepada para pengelola situs internet yang telah saya jadi sumber tulisan ini dan mohon maaf nama penulis sumber tulisan tidak saya tuliskan disini.

Senin, 10 Agustus 2009

Tumbuhan Lubai

  1. Keremunting tumbuhan ini banyak tumbuh di dataran kering tanah yang berpasirkawasan belukar di Kecamatan Lubai. Keremunting menghasilkan buah yang sangat manis bisa diolah menjadi makanan dan minuman, Sentra dari pengerajin makanan dari bahan baku buah keremunting di Lubai belum kita ketemukan. Masyarakat disini lebih senang menjadi petani Karet daripada menjadi petani lainnya.
  2. Pelawan merupakan tumbuhan kayu keras masyarakat yang bermukiman di Lubai biasanya menggunakan tumbuhan ini untuk bahan kayu bakar sebab arang dan api yang dihasilkan sangat bagus, tapi yang lebih penting tumbuhan kayu Pelawan ini mempunyai bunga untuk lebah madu sehingga madu yang dihasilkan dari bunga Pelawan ini mempunyai rasa tersendiri dan ini sangat khas.
  3. Simpoh dalam bahasa Bahasa Bangka Simpor banyak dijumpai di dataran basah akar dari tumbuhan ini sebagai penyangga dari aliran air disungai-sungai kecil. Tumbuhan Simpoh mempunyai karakter daun yang lebar serta bunga yang besar berwarna kuning dan sangat indah, Daun dari tumbuhan ini biasanya di jual masyarakat ke pasar sebagai pembungkus bumbu dapur tumbuhan ini juga bisa dijadikan tanaman hias perkarangan sebab kumbang dan kupu-kupu sangat menyukai bunga Simpoh. Jika dipopulerkan tanaman ini akan mempunyai nilai komoditi yang bagus sebagai tanaman hias dari Kecamatan Lubai. Tumbuhan Simpoh ini mempunyai dua jenis biasanya jenis yang satunya sangat langkah masyarakat menamakan Simpoh laki. Tumbuhan ini juga berdaun lebar namun tidak mempunyai cabang. Apabila masyarakat menemukan tumbuhan Simpoh laki, biasanya akan disimpan dirumah sebagai pengusir balak atau menjadikan gagang parang sebab masyarakat percaya tumbuhan Simpoh laki ini mempunayai kekuatan magis.
  4. Rukam (Ganda Rukem, Family Flacourtiaceae). Buah rukam yang matang dapat dimakan dalam keadaan segar; sebelum dimakan sebaiknya dipijit-pijit dahulu dengan jari, sebab dengan cara ini rasa sepet daging buahnya akan hilang. Buah rukam dapat pula dibuat rujak dan asinan, atau dicampur gula dijadikan selai atau permen. Daun mudanya dapat dimakan mentah sebagai lalap. Buah mudanya digunakan dalam ramuan obat tradisional untuk mengobati diare dan disentri. Air perasan daunnya dipakai untuk mengobati kelopak mata yang bengkak. Di Filipina, seduhan akar rukam diminum oleh wanita yang baru saja melahirkan. Kayu rukam keras dan kuat, dapat digunakan untuk membuat perabot rumah tangga, seperti alu dan mebel.
  5. Cengal (Neobalanocarpus Heimii) ialah sejenis pohon kayu keras yang dapat popular di masyarakat lubai. Kawasan taburan semula jadi kawsan pohon ini di Semenanjung Malaysia, Singapura dan selatan Thailand. Pohon Cengal menghasilkan kayu terbaik dan mencapai harga tertinggi di pasaran jika dibandingkan dengan jenis kayu lain dan tergolong dalam keluarga 'Dipterocarpacease' iaitu sejenis pokok menghasilkan buah yang mempunyai sepasang sayap serta mengeluarkan resin atau damar. Ketahanan kayu itu disebabkan terdapat sejenis bahan awet semula jadi yang melindungi kayu teras. Kayu gubal, teras serta kulit pokok cengal mempunyai sejenis damar yang dikenali sebagai damar penak dan boleh digunakan dalam pembuatan varnis.
  6. Cendana, atau cendana wangi, merupakan pohon penghasil kayu cendana dan minyak cendana. Kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, campuran parfum, serta sangkur keris (warangka). Kayu yang baik bisa menyimpan aromanya selama berabad-abad. Konon di Sri Lanka kayu ini digunakan untuk membalsam jenazah putri-putri raja sejak abad ke-9. Di Indonesia, kayu ini banyak ditemukan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Timor, meskipun sekarang ditemukan pula di Pulau Jawa dan pulau-pulau Nusa Tenggara lainnya. Cendana adalah tumbuhan parasit pada awal kehidupannya. Kecambahnya memerlukan pohon inang untuk mendukung pertumbuhannya, karena perakarannya sendiri tidak sanggup mendukung kehidupannya. Karena prasyarat inilah cendana sukar dikembangbiakkan atau dibudidayakan.
  7. Petaling tumbuhan ini banyak tumbuh di Hutan Lubai. Nenek Moyang orang Desa Jiwa Baru Lubai, mengabadikan nama kawasan hutan larangan dengan nama ini Himbe Petaling.
  8. Cengal (Neobalanocarpus heimii) iala sejenis pokok kayu keras yang dapat popular. Pokok cengal menghasilkan kayu terbaik dan mencapai harga tertinggi di pasaran jika dibandingkan dengan jenis kayu lain dan tergolong dalam keluarga 'Dipterocarpacease' iaitu sejenis pokok menghasilkan buah yang mempunyai sepasang sayap serta mengeluarkan resin atau damar. Kayu cengal adalah kayu keras yang tahan lama dan mempunyai ketumpatan antara 915 hingga 980 kilogram per meter padu yang kebiasaannya digunakan dalam kerja pembinaan berat terutama pembinaan bot, selain dijadikan tiang, serta jambatan tanpa perlu diawet kerana ia tahan dari serangan anai-anai.

Tumbuhan Sungkai

Pendahuluan

Tumbuhan Sungkai tersebar di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimatan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Nama tumbuhan ini : Sungkai, sering disebut sebagai jati sabrang, nama ilmiah : Peronema canescens.

Karakteristik Tumbuhan

Tempat tumbuh di dalam hutan tropis dengan type curah hujan A sampai C, pada tanah kering atau sedikit basah dengan ketinggian sampai 600 m diatas permukaan laut. Tanaman sungkai perlu tanah yang baik, sedangkan di tanah mergel tidak dianjurkan. Tinggi pohon mencapai 20–30 m panjang batang bebas cabang mencapai 15 m, dengan diameter 60 cm atau lebih, batang lurus dan sedikit berlekuk dangkal, tidak berbanir, dan ranting penuh bulu halus. Kulit luar berwarna kelabu atau sawo muda, beralur dangkal, mengelupas kecil-kecil dan tipis. Kayu teras berwarna krem atau kuning muda. Tekstur kayu kasar dan tidak merata. Arah serat lurus, kadang-kadang bergelombang dengan permukaan kayu agak kesat. Kegunaan kayu sungkai cocok untuk rangka atap, karena ringan dan cukup kuat. Selain itu ipakai juga untuk tiang rumah dan bangunan jembatan. 

Kegunaan Tumbuhan

Kayu sungkai bergarais cokelat-hitam tidak terlalu lurus, dapat dipakai untuk bangunan, mebel, lantai, papan dinding, patung dan kerajinan tangan, serta finir mewah (Kartasujana, 1979), Di Kalimantan Tenggara, seduhan daun sungkai digunakan untuk obat kumur jika sakit gigi. Di Palembang ada yang menganggap air seduhannya sebagai penolak demam.

Di wilayah Sumatra Selatan dan Lampung, daun sungkai biasanya digunakan sebagai antiplasmodium dan obat demam. Suku Serawai Bengkulu, bisanya menggunakan daun sungkai untuk obat memas. Sedangkan suku Lembak Bengkulu biasanya menggunakan daun muda sungkai untuk penurun panas, malaria, dan menjaga kesehatan.

Penutup

Tulisan ini merupakan hasil kajian kepustakaan ruang digital melalui situs internet. Ucapan terima kasih penulis kepada para pengelola situs internet yang telah saya jadi sumber tulisan ini dan mohon maaf nama penulis sumber tulisan tidak saya tuliskan disini.

Tumbuhan Rengas

Pendahuluan

Tumbuhan Rengas banyak tumbuhan di lahan rawa baik pasang surut maupun rawa lebak, tumbuhan renggas ini kebanyakan tumbuhan dipinggir-pinggir sungai. Seperti yang penulis pernah melihat beberapa pohon rengas ditepian batanghari Lubai. Nama tumbuhan ini : Rengas, nama ilmiah : Gluta renghas L.

Karakteristik Tumbuhan

Pohon-pohon berukuran sedang hingga besar, kadang-kadang pohon kecil atau jarang berupa semak besar, tinggi hingga 45(–50) m; batang biasanya bulat torak, sesekali berlekuk di dekat pangkalnya, dan satu dua berbatang banyak, gemang batangnya hingga 90(–120) cm; sering dengan banir hingga setinggi 4 m, kadang-kadang dengan akar tunjang. Pepagan jarang yang halus; memecah, atau mengelupas seperti sisik; jingga- merah, cokelat kemerahan, abu-abu kemerahan, atau cokelat keabu-abuan, sering dengan noda-noda getah berwarna tar (kehitaman); pepagan dalam kemerahan atau kemerah jambuan, dengan getah berwarna pucat atau gelap, yang lama kelamaan menghitam bila kena udara. Getah amat beracun, dapat melukai kulit atau menimbulkan iritasi hebat. Tajuk padat atau melebar, sering berbentuk kubah, dengan percabangan yang besar-besar.

Daun-daun tersusun dalam spiral, acapkali mengelompok membentuk karangan semu; daun tunggal bertepi rata, seperti jangat, bertangkai (jarang hampir duduk), tanpa daun penumpu. Bunga-bunga tersusun dalam malai di ketiak; masing-masing berkelamin ganda; kelopak laksana cawan, lekas rontok; mahkota (4–)5(–8), gugur atau menetap dan membesar bersama buah; benang sari (4–)5(–7), 10, atau banyak. Buah berupa buah batu beruang satu; bertangkai atau didukung perbesaran mahkota serupa sayap.[1]Nama Saintifiknya ialah Gluta Renghas. Orang-orang Cina menyebutnya dengan nama Chat-si atau Kayu Hantu. Pohon kayu Rengas mudah dikenali melalui kulit pada batangnya yang pecah tetapi bahagian terbuka besarnya diatas tidak seperti kulit kayu lain yang rekahan kulitnya rapat dibahagian atas tetapi besar bukaannya dibahagian hujung bawah.

Getah pohon ini amat bisa sekali jikalau terkena kulit. Ada jenis getah pohon Rengas yang menyebabkan kulit yang terkena getahnya kelihatan seolah-olah seperti terkesan terbakar kehitaman tetapi amatlah gatal sekali malah menyakitkan. Jika digarut, ia kan melecet dan bertambah gatal lagi. Jika tangan yang mengaru itu mneyentuh tempat lain pada tubuh badan maka ia seolah-olah akan menjangkiti tempat itu pula, seterusnyalah apabila digarut maka ia akan menular seluruh badan.

Perawatan Tawas merupakan perawatan segera apabila terkena getah Rengas ini, maklumlah kerja di kawasan perhutanan. Tetapi ia adalah untuk rawatan sementara saja jika tidak banyak yang kena. Apabila saja rasa gatal-gatal di sesuatu tempat dan ada kesan bintik-bintik berair, tuangkan sedikit saja air panas dalam bekas yang mengandungi tawas, kemudian sapukan ke tempat gatal itu, biarkan ia kering sendiri. Bila sudah kering, ia akan nampak kesan putih seperti bergaram pada kawasan tersebut, ulangi lagi sehingalah gatal-gatal itu hilang dan bintik-bintik berair itu jadi kering.

Kegunaan Tumbuhan

Banyak jenis rengas yang menghasilkan kayu yang indah, kemerahan bergaris-garis, yang dimanfaatkan secara luas untuk furnitur, panel-panel dekorasi, lantai, kayu lapis, serta kerajinan. Dalam ukuran yang besar, kayu rengas dimanfaatkan sebagai tiang dan balok rumah, jembatan, bantalan rel kereta api, lunas perahu, moulding, dan lain-lain. Hanya saja, kandungan getahnya yang berbahaya membatasi kegunaan praktisnya.

Kayu rengas juga diproses menjadi arang. Resin getahnya dimanfaatkan dalam industri pernis. Biji dari beberapa jenis rengas bisa dimakan setelah dipanggang. Dan salah satu jenis rengas diketahui menghasilkan bahan pewarna.

Penutup

Tulisan ini merupakan hasil kajian kepustakaan ruang digital melalui situs internet. Ucapan terima kasih penulis kepada para pengelola situs internet yang telah saya jadi sumber tulisan ini dan mohon maaf nama penulis sumber tulisan tidak saya tuliskan disini.

Minggu, 09 Agustus 2009

Tumbuhan Bungur

Pendahuluan

Tumbuhan Bungur banyak ditemukan di hutan muda Daerah Aliran Sungai Lubai, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan dan ditempat lain wilayah Indonesia. Masyarakat Lubai belum ada minat untuk membudidayakan tumbuhan ini. Nama tumbuhan ini : Bungor (Lubai), bungur (Melayu), bungur kuwal, bungur bener (Lampung), bungur tekuyung (Palembang), bungur (Sunda), wungu (Jawa Tengah), bhungor, wungur (Madura). Nama ilmiah : Lagerstroemiae speciosae. 

Karakteristik Tumbuhan

Pohonnya, bungur bisa tumbuh dengan subur, sampai ketinggian 800 meter dari permukaan laut. Dari segi fisik, bungur bisa ditandai dengan tingginya yang mencapai 10 sampai 30 meter. Batangnya bulat, percabangan mulai dari bagian pangkalnya, dan berwarna coklat muda. Daunnya tunggal, dengan tangkai pendek. Helaian daunnya berbentuk oval, elips atau memanjang, tebal seperti kulit, panjang 9-28 cm, dan lebar 4-12 cm, dengan warna hijau tua. Jika berbunga, maka akan tampaklah jumlahnya yang banyak, dengan warna ungu. Bunga bungur tersusun dalam malai yang panjangnya 10-50 cm. Ia keluar dari ketiak daun atau ujung ranting. Buahnya buah otak, berbentuk bola sampai bulat memanjang. Jika diukur, maka panjangnya bisa 2-3,5 cm, beruang 3-7. Buah yang masih muda berwarna hijau, setelah masak akan berubah menjadi coklat. Ukuran bijinya cukup besar, pipih, ujung bersayap berbentuk pisau, berwarna coklat kehitaman. Bungur dapat diperbanyak dengan biji.

Kegunaan Tumbuhan

Kayu bungur dimanfaatkan untuk bahan konstruksi setengah berat (tiang, rangka pintu, dan jendela), jembatan dan gudang, bangunan kapal, badan kendaraan, batang ranjau, bantalan rel kereta api, papan lantai, bahan kursi, tong, alat-alat pertanian lokal, boks, dayung, dinding, tangkai tombak, alat-alat olah raga, dan tangkai bermacam-macam alat.

Kulit kayu, digunakan untuk pengobatan diare, disentri, dan Kencing darah. Sementara kayunya, digunakan untuk pengobatan Kencing batu, kencing manis dan tekanan darah tinggi. 

Penutup

Tulisan ini merupakan hasil kajian kepustakaan ruang digital melalui situs internet. Ucapan terima kasih penulis kepada para pengelola situs internet yang telah saya jadi sumber tulisan ini dan mohon maaf nama penulis sumber tulisan tidak saya tuliskan disini.

Bukit Jehing


Pertanian andalan masyarakat di Lubai dan sampai saat ini masih terus dikembangkan adalah Karet. Sejak masa kesultanan Palembang Darussalam, beralih masa   Hindia Belanda, masa Dai Nippon dan masa kemerdekaan Indonesia, desa Jiwa Baru  adalah salah satu desa penghasil getah latex.

Dataran Bukit Jehing merupakan areal Pertanian Karet di desa Jiwa Baru, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan. Pada areal ini Ibu kami Nafisyah binti Wakif bin Kenaraf mempunyai tanah warisan seluas 100 (seratus) Hektar.

Pada tahun 1957 ayah kami M. Ibrahim bin Haji Hasan bin Aliaqim membuka Kebun Karet. Jenis yang ditanam adalah pohon karet Para, Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Lahan pertanian yang dijadi kebon Karet seluas 70 (tujuhpuluh) Hektar secara kolektif dan 30 (tigapuluh) Hektar secara individu.

Pada tahun 1964 pada areal ini digantikan dengan tanaman  Cymbopogon nardus lebih dikenal dengan nama serai atau Sereh wangi atau citronella grass, ini seluas 60 (enampuluh) Hektar.

Menanti


Tinjauan makna nama desa Menanti.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Menanti, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Menanti berasal dari kata menanti yang mempunyai arti menunggu. Bahwa nama ini diambil dijadikan nama sebuah desa, dikarenakan para tokoh yang mendirikannya desa tersebut bermaksud, setelah lama menanti terbentuk sebuah desa definitif, akhirnya penantian itu terwujud. Berdasarkan hal tersebut nama desa Menanti tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek kebudayaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut : 
  • arti kata Nan·ti  adalah waktu yang tidak lama dari sekarang; waktu kemudian; kelak. 
  • arti kata Me·nan·ti adalah menunggu

Air Asam


Tinjauan nama desa Air Asam. 

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Air Asam, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Air Asam berasal dari  nama sungai masamBerdasarkan penelitian bahwa didekat desa ini ada sebuah sungai bernama  batanghari asamBerdasarkan hal tersebut nama desa Air Asam tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut : 
  • arti kata Air adalah cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau yang terdapat dan diperlukan dalam kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan yang secara kimiawi mengandung hidrogen dan oksigen
  • arti kata Asam adalah pohon yang besar batangnya, daunnya kecil-kecil, buahnya berpolong-polong, dan masam rasanya

Sumber Asri


Tinjauan makna nama desa Sumber Asri. 

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Sumber Asri, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Sumber Asri berasal dari kata Sum·ber berarti tempat keluar air atau zat cair dan As·ri berarti indah dan sedap dipandang mata. Para tokoh yang mendirikan desa ini berharap mendapatkan keindahan dalam tatanan kehidupan masyarakatnya, menjadi sumber kehidupan dari masyarakat yang bertempat tinggal disini. Berdasarkan hal tersebut nama desa Sumber Asri tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :
  • arti kata Sum·ber adalah tempat keluar air atau zat cair
  • arti kata  As·ri adalah indah dan sedap dipandang mata

Karang Sari


Tinjauan makna nama desa Karang Sari.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Karang Sari, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Karang Sari berasal dari kata Ka·rang berarti batu kapur di laut yang terjadi darl zat yang dikeluarkan oleh binatang dan Sa·ri berarti pakaian wanita tanpa jahitan, panjangnya 5—7 m. Para tokoh yang mendirikan desa ini berharap  para penduduknya yang bertempat tinggal disini mempunyai keteguhan hati laksana Batu Karang dan mempunyai tatanan masyarakat yang baik laksana  sari bunga. Berdasarkan penelitian, bahwa desa ini terletak tidak terlalu dari desa tua di wilayah lubai yaitu Karang Agung.   Maka nama desa ini mengambil nama depan yaitu Karang. Berdasarkan hal tersebut nama desa Karang Sari tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :

  • arti kata Ka·rang adalah batu kapur di laut yang terjadi dari zat yang dikeluarkan oleh binatang kecil jenis anthozoa (tidak bertulang punggung)
  • arti kata Sa·ri adalah pakaian wanita tanpa jahitan, panjangnya 5—7 m, terlilit rapi, ujung yang satu menutup tubuh, ujung yang lain disampirkan di pundak dan terjuntai di dada 

Jumat, 07 Agustus 2009

Karang Mulia


Tinjauan makna nama desa Karang Mulia.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Karang Mulia, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Karang Mulia berasal dari kata Ka·rang berarti batu kapur di laut yang terjadi darl zat yang dikeluarkan oleh binatang dan Mu·lia berarti tinggi tentang kedudukan, pangkat, martabat, tertinggi, terhormat. Para tokoh yang mendirikan desa ini berharap  para penduduknya yang bertempat tinggal disini mempunyai keteguhan hati laksana Batu Karang dan mempunyai tatanan masyarakat yang berbudi mulia. Berdasarkan penelitian, bahwa desa ini terletak tidak terlalu dari desa tua di wilayah lubai yaitu Karang Agung.   Maka nama desa ini mengambil nama depan yaitu Karang. Berdasarkan hal tersebut nama desa Karang Mulia tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :
  • arti kata Ka·rang adalah batu kapur di laut yang terjadi dari zat yang dikeluarkan oleh binatang kecil jenis anthozoa (tidak bertulang punggung)
  • arti kata  Mu·lia adalah tinggi tentang kedudukan, pangkat, martabat, tertinggi, terhormat 

Sumber Mulia



Tinjauan makna nama desa Sumber Mulia.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Sumber Mulia, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Sumber Mulia berasal dari kata Sumber berarti tempat keluar air atau zat cair dan kata Mu·lia berarti tinggi tentang kedudukan, pangkat, martabat, tertinggi, terhormat. Para tokoh yang mendirikan desa ini berharap, desa ini akan memberikan kepada penduduknya sumber pendapatan untuk mendukung kehidupan yang mulia, atau nama ini di adopsi dari asal usul masyarakatnya sebelum berdomisli disini. Berdasarkan hal tersebut nama desa Sumber Mulia tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :
  • arti kata Sum·ber adalah tempat keluar air atau zat cair
  • arti kata  Mu·lia adalah tinggi tentang kedudukan, pangkat, martabat, tertinggi, terhormat

Mekar Jaya


Tinjauan makna nama desa Mekar Jaya.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Mekar Jaya, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Mekar Jaya berasal dari kata Me·kar berarti mulai berkembang, menjadi terbuka, mengurai dan Ja·ya berarti selalu berhasil, sukses, hebat. Para tokoh yang mendirikan desa ini, berharap desa ini akan berkemban laksana bunga sedang mekar nan indah dipandang mata, jaya selalu kehidupan masyarakatnya. Adapun maksud menggunakan nama desa dengan kata Mekar untuk mengingatkan pada generasi selanjut bahwa ini merupakan hasil dari pemekaran desa di wilayah kecamatan Lubai. Pe·me·kar·an adalah proses, cara, perbuatan menjadikan bertambah besar. Berdasarkan hal tersebut nama desa Mekar Jaya tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :
  • arti kata Me·kar adalah mulai berkembang, menjadi terbuka, mengurai.
  • arti kata Ja·ya adalah selalu berhasil, sukses, hebat.

Lubai Persada


Tinjauan makna nama desa Lubai Persada.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Lubai Persada, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Lubai Persada berasal dari kata Lubai tidak dapat ditafsirkan arti  apa dan kata Per·sa·da berarti lantai yang lebih tinggi atau bertangga, tempat duduk orang besar. Para tokoh yang mendirikan desa ini, bermufakat memberi nama desa ini dengan nama sungai yang melintas yaitu batanghari Lubai. Dengan harapan walapun desa ini baru, namun mempunyai wilayah yang diakui keradaannya oleh masyarakat yang tinggal disepanjang aliran batanghari Lubai. Berdasarkan hal tersebut nama desa Lubai Persada tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :
  • arti kata Per·sa·da adalah lantai yang lebih tinggi atau bertangga, tempat duduk orang besar

Lubai Makmur


Tinjauan makna nama desa Lubai Makmur.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Lubai Makmur, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Lubai Makmur berasal dari kata Lubai tidak dapat ditafsirkan artinya  apa dan kata Mak·mur berarti banyak hasil, serba kecukupan. Para tokoh yang mendirikan desa ini, bermufakat memberi nama desa ini dengan nama sungai yang melintas yaitu batanghari Lubai. Penduduk yang bertempat tinggal di desa ini, penuh dengan kesejahteraan, sehingga hidupnya makmur. Karena kalau sudah makmur pasti sejahtera, dan tidak mungkin sejahtera kalau tidak makmur. Berdasarkan hal tersebut nama desa Lubai Makmur tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :

  • arti kata Lubai tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lubai adalah sebuah nama Sungai yang terletak di kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan.
  • arti kata Mak·mur adalah banyak hasil, serba kecukupan

Suka Merindu


Tinjauan makna nama desa Suka Merindu.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Suka Merindu, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Suka Merindu berasal dari kata Su·ka berarti berkeadaan senang girang, girang hati, mau,  senang dan kata Me·rin·du berarti menjadi rindu, menanggung rindu. Berdasarkan penelitian, bahwa para tokoh yang mendirikan desa ini mengharapkan bahwa para penduduk desa yang pergi jauh merantau, maka akan selalu mengingat desa tempat kelahiran, desa selalu terkenang dihati dan suka membuat hari rindu ingin pulang. Dahulu desa ini, merupakan bagian ,arga Rambang Kapak tenggah II. Berdasarkan hal tersebut nama desa Suka Merindu tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada unsur kebudayaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :
  • arti kata Su·ka adalah berkeadaan senang, girang hati, senang hati, mau, senang, gemar
  • arti kata Rin·du adalah sangat ingin dan berharap benar terhadap sesuatu
  • arti kata Me·rin·du adalah menjadi rindu, menanggung rindu

Lecah


Tinjauan makna nama desa Lecah.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Lecah, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Lecah berasal dari kata Le·cah berarti tanah yang berair dan berlumpur; tempat becek, sawah. Para tokoh yang mendirikan desa ini mufakat memberi nama Lecah, melihat pada pendirian desa ini kondisi tanah yang berair atau berlumpur. Karena desa ini sesungguhnya merupakan pengembangan dari suatu tempat tinggal para petani Karet, berasal dari beberapa desa sipanjang aliran batanghari Lubai. Berdasarkan hal tersebut nama desa Lecah tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut :
  • arti  kata Le·cah adalah tanah yang berair dan berlumpur, tempat becek, sawah
Dalam Kamus Bahasa Melayu sebagai berikut :
  • arti kata Le·cah adalah basah, Lecak artinya lembek/cair lengket
Dalam Kamus Bahasa Lubai sebagai berikut :
  • arti kata Lecah artinya tanah berlumpur, Licak artinya tanah yang mirip dengan lumpur, biasa tanah kering setelah ditimpa hujan akan menjadi Licak.

Prabu Menang


Tinjauan makna nama desa Prabu  Menang.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Prabu  Menang,, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Prabu  Menang berasal dari kata Pra·bu berarti sebutan raja, baginda, ke·pra·bu·an berarti tanda-tanda kebesaran kerajaan dan kata Me·nang berarti dapat mengalahkan musuh, lawan, saingan. Para tokoh yang mendirikan desa ini, berharap desa ini akan melahirkan putra-putri yang selalu unggul atau sukses meraih cita-citanya. Berdasarkan hal tersebut nama desa Prabu  Menang tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia sebagai berikut :
  • arti kata Pra·bu adalah sebutan raja, ke·pra·bu·an n tanda-tanda kebesaran (kerajaan)
  • arti kata Me·nang  adalah dapat mengalahkan musuh, lawan, saingan)

Karang Agung


Tinjauan makna nama desa Karang Agung.

Nama merupakan sebuah tanda yang memuat identifikasi dan juga digunakan untuk menyebut masing-masing individu. Sebuah nama sangat berperan sebagai perangkat komunikasi antara manusia dengan lingkunganya. Pengetahuan mengenai nama disebut onomastika, ilmu ini dibagi atas dua cabang, yakni pertama, antroponim, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang atau yang diorangkan; kedua, toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama tempat (Ayatrohaedi dalam, Rais via Sudaryat, 2009: 9).

Menurut (Sudaryat 2009: 10) penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga aspek, yaitu (1) aspek perwujudan; (2) aspek kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh terhadap cara penamaan tempat dalam kehidupan masyarakat.
  1. Aspek wujudiah atau perwujudan (fisikal) berkaitan dengan kehidupan manusia yang cenderung menyatu dengan bumi sebagai tempat berpijak dan lingkungan alam sebagai tempat hidupnya (Sudaryat, 2009: 12).
  2. Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam penamaan tempat berkaitan dengan interaksi sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, pekerjaan dan profesinya (Sudaryat, 2009: 17).
  3. Di dalam penamaan tempat banyak sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem kepercayaan (religi), pemberian nama tempat jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita rakyat yang disebut legenda (Sudaryat, 2009: 18).
Dalam proses penamaan nama desa Karang Agung, kecamatan Lubai, kabupaten Muara Enim, provinsi Sumatera Selatan, terdapat beberapa kategori yang menjadi dasar dalam memberikan sebuah nama dusun di antaranya adalah proses penamaan nama dusun yang didadasarkan pada aspek perwujudan, dan aspek kebudayaan.

Nama desa Karang Agung berasal dari kata Ka·rang berarti batu kapur di laut yang terjadi darl zat yang dikeluarkan oleh binatang dan Agung berarti besar, mulia, luhur. Para tokoh yang mendirikan desa ini berharap para penduduknya yang bertempat tinggal disini mempunyai keteguhan hati laksana Batu Karang dan mempunyai tatanan masyarakat yang mulia. Berdasarkan penelitian, bahwa desa ini terletak didekat sungai Lubai dan merupakan desa tua yang keberadaan sejak zaman Hindia Belanda. Berdasarkan hal tersebut nama desa Karang Agung tergolong ke dalam kategori pemberian nama yang didasarkan pada aspek perwujudan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia sebagai berikut :
  • arti kata Ka·rang adalah batu kapur di laut yang terjadi dari zat yang dikeluarkan oleh binatang kecil jenis anthozoa (tidak bertulang punggung)
  • arti kata Agung adalah besar, mulia, luhur.